Liputan6.com, Jakarta Pusat gempa yang menguncang Cianjur pada Senin 21 November 2022 di kedalaman 10 kilometer di bawah permukaan laut yang berkekuatan magnitudo 5,6, disebut termasuk dalam peta kawasan rentan terjadinya bencana gempa tinggi.
Hal ini lantaran, kondisi batuan di kawasan tersebut tidak solid dan usianya masih muda. Sehingga saat terjadi gempa dapat memperkuat efek guncangan.
Advertisement
Baca Juga
Kepala Pusat Vulkanologi Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Hendra Gunawan menuturkan, efek guncangan kian terasa lantaran itu termasuk gempa bumi dangkal.
"Terlebih dari informasi BMKG, sumber gempa merupakan gempa bumi dangkal yang tidak jauh dari patahan aktif Sesar Baribis. Sehingga tidak heran kalau di sana cukup terdampak dari guncangan gempa," kata dia dalam konferensi pers daring, Bandung, Selasa, 22 November 2022.
Di Kawasan Kabupaten Cianjur yang terjadi gempa, disebutkan struktur tanah wilayah tersebut yang melapuk.
Morfologi wilayah tersebut pada umumnya berupa dataran hingga dataran bergelombang, perbukitan bergelombang hingga terjal yang terletak pada bagian tenggara Gunung Api Gede.
Wilayah Kabupaten Cianjur tersebut secara umum tersusun oleh endapan Kuarter berupa batuan rombakan gunung api muda (breksi gunung api, lava, tuff) dan aluvial sungai. Sebagian batuan rombakan gunung api muda tersebut telah mengalami pelapukan.
"Endapan Kuarter tersebut pada umumnya bersifat lunak, lepas, belum kompak (unconsolidated) dan memperkuat efek guncangan, sehingga rawan gempa bumi," kata Hendra.
Selain itu pada morfologi perbukitan bergelombang hingga terjal yang tersusun oleh batuan yang telah mengalami pelapukan, berpotensi terjadi gerakan tanah yang dapat dipicu oleh guncangan gempa bumi kuat dan curah hujan tinggi.
Harus Dimitigasi
Hendra mengatakan, sebelumnya otoritas setempat telah diinformasikan bahwa kawasan Cianjur merupakan kawasan rentan gempa bumi dan gerakan tanah.
Hal itu dengan menyebarkan peta kerawanan bencana gempa dan gerakan tanah secara berkala dari PVMBG Badan Geologi Kementerian ESDM.
Hendra mengaku dalam melakukan mitigasi bencana seperti gempa bumi dan gerakan tanah, otoritasnya tidak bisa sendiri melakukannya.
"Baik itu dengan BRIN dan akademisi, mengingat coverage area atau jangkauan pekerjaan yang ada di Badan Geologi khususnya di bidang gempa bumi atau longsor belum seimbang dengan seluruh daerah yang harus dipantau," kata dia.
Advertisement