Dukung Transisi Energi di Tanah Air, Ini Komitmen PLN

Kamia Handayani menegaskan kembali bahwa pada 2021 PLN telah berkomitmen mendukung target Emisi Nol Bersih pada 2060.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Sep 2023, 14:56 WIB
Diterbitkan 27 Mar 2023, 15:18 WIB
panel
Diskusi panel bertajuk Enhancing Energy Transition in the Power Sector, pada acara Katadata Sustainability Action for Future Economy (SAFE) 2023 di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (26/9/2023). (Ist)

Liputan6.com, Jakarta - Sektor energi turut berperan penting dalam mewujudkan target Perjanjian Paris tentang kenaikan suhu global yang tak lebih dari 1,5 derajat Celsius. Upaya dekarbonisasi pada sektor ketenagalistrikan pun menjadi salah satu fokus dunia global. Perusahaan-perusahaan yang banyak memanfaatkan batubara seperti PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) lantas berusaha lebih banyak memanfaatkan energi ramah lingkungan.

Hal ini sudah dilakukan PLN, bahkan sebelum Indonesia dinyatakan menerima pembiayaan dari JETP. Dalam diskusi panel bertajuk Enhancing Energy Transition in the Power Sector, Executive Vice President Energy Transition and Sustainability PLN, Kamia Handayani menegaskan kembali bahwa pada 2021 PLN telah berkomitmen mendukung target Emisi Nol Bersih pada 2060.

"Jadi masa itu (PLN) termasuk satu dari enam utilitas di Asia Pasifik yang pertama kali menyatakan komitmen tersebut. Jadi sebenarnya tanpa ada JETP pun kita sudah memiliki ambisi ke sana," ujarnya di acara Katadata Sustainability Action for Future Economy (SAFE) 2023 di Hotel Indonesia Kempinski, Jakarta, Selasa (26/9/2023).

Kamia menjelaskan bahwa PLN memiliki rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) yang lebih mengutamakan energi terbarukan dibanding energi fosil. Itu adalah RUPTL pertama sepanjang sejarah Indonesia yang memfokuskan diri pada energi hijau.

RUPTL tersebut merencanakan sebanyak 20,9 gigawatt atau 52 persen kapasitas pembangkit listrik yang dibangun tahun 2021-2030 berasal dari energi terbarukan.

Pada sisi lain, JETP menargetkan emisi pada tahun 2030 tidak lebih dari 290 metrik ton CO2. Pemensiunan dini pembangkit berbasis batubara pun tak terelakkan.

Kamia memaparkan, sebagai negara yang sedang bertumbuh, pemakaian listrik per kapita di Indonesia hanya 1,3 megawatt jam (MWh) per tahun. Angka itu lebih rendah dibanding rata-rata pemakaian listrik per kapita global yang mencapai 3,3 MWh per tahun.

Kebutuhan listrik pun diprediksi terus meningkat, sementara pada saat yang sama transisi energi harus dilalui secara bertahap. "Dalam proses bertahap itu tentu masih ada pembangkit fosil yang masih menyala," ujar Kamia.

Pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara dan perluasan pemanfaatan energi dilakukan dengan penuh persiapan oleh PLN. Salah satunya, menyiapkan divisi khusus yang menangani proses transisi energi dan bekerja intensif menangani pekerjaan terkait pendanaan.

 

Menyelesaikan Proses Kurasi

PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)
PLN berhasil melakukan uji coba penggunaan 75 persen biomassa Woodchips (kepingan kayu) untuk bahan bakar pengganti batu bara (cofiring) di PLTU Bolok dengan kapasitas 2x16,5 Megawatt (MW) di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). (Dok PLN)

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Rachmat Kaimuddin yang juga menjadi narasumber diskusi panel mengungkapkan, pihaknya bakal segera menyelesaikan proses kurasi proyek-proyek yang akan didanai JETP.

Proyek-proyek tersebut akan tergabung dalam dokumen rencana kebijakan dan investasi komprehensif atau comprehensive investment and policy plan (CIPP). Akan ada lima kategori proyek dalam dokumen tersebut, di antaranya pembangunan pembangkit listrik energi terbarukan dan pengurangan pembangkit listrik tenaga fosil.

Sementara itu, peneliti dari International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA) Ping Yowargana menyatakan negara-negara maju telah menikmati kemajuan berkat kegiatan pembangunan yang padat karbon. Untuk itu, kebutuhan pendanaan juga seharusnya menjadi tanggung jawab negara-negara maju, bukan hanya Indonesia.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya