Disebut Jadi Penghambat Pertemuan Megawati-Jokowi, Begini Reaksi Sekjen PDIP

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terus menunjukkan sikap kenegarawanan.

oleh Tim News diperbarui 19 Apr 2024, 02:15 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2024, 02:15 WIB
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa putra sulung Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Gibran Rakabuming Raka bukan lagi kader Partai Banteng.
Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan (PDIP), Hasto Kristiyanto.

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri terus menunjukkan sikap kenegarawanan. Hasto menyatakan sikap kenegarawanan Megawati ditunjukkan dengan memilih bertemu pengurus anak ranting partai terlebih dahulu pada momen lebaran 2024.

Hal itu disampaikan Hasto saat ditanya soal pernyataan Ketua Umum Jokowi Mania (Joman) Immanuel Ebenezer alias Noel yang menyebut Hasto sebagai penghambat pertemuan Megawati dengan Presiden Jokowi dan Prabowo Subianto.

"Ya Bung Noel kan enggak tahu, bagaimana Ibu Mega memiliki sikap kenegarawanan, dan apakah perlu saya bacakan komentar dari ranting-ranting?" kata Sekjen PDIP di Markas Front Penyelemat Demokrasi dan Reformasi (F-PDR) di Jalan Diponegoro 72, Jakarta Pusat, Kamis (18/4/2024).

Hasto lantas menegaskan bahwa para pengurus ranting partai merupakan benteng bagi Megawati. Apalagi, dengan sistem kepartaian di PDIP saat ini menghasilkan figur-figur mumpuni yang berlatar belakang rakyat biasa.

"PDI Perjuangan mengadakan sekolah partai, sehingga muncullah Eri Cahyadi, yang merintis karier dari ASN, menjadi Wali Kota di Surabaya. Muncul Bu Ita menjadi wali Kota Semarang. Pak Abdullah Azwar Anas jadi bupati dua periode di Banyuwangi. Itu dari kalangan rakyat biasa," tuturnya.

"Rano Karno dari kalangan artis, tapi punya suatu keberpihakan terhadap budaya bangsa, bisa menjadi gubernur. Pak Djarot Saiful Hidayat seorang dosen, bisa jadi wali kota Blitar dua periode. Begitu banyak dari kalangan rakyat biasa yang bisa jadi kepala daerah," sambungnya.

Termasuk juga, kata dia, sosok Joko Widodo alias Jokowi yang dilahirkan oleh PDIP, dan kini menjadi presiden dua periode. Namun sifatnya berubah usai haus kekuasaan dan menyalahgunakannya untuk melanggengkan dinasti politik.

"Nanti yang jadi pimpinan adalah mereka yang punya uang, mereka yang punya akses terhadap hukum, sehingga hukum bisa dilanjutkan menjadi alat intimidasi. Apakah itu yang kita inginkan? Maka ini adalah sisi gelap demokrasi kita yang harus kita selamatkan," kata Hasto Kristiyanto.

"Maka, mengapa Ibu Mega sampai menjadi amicus curiae, sebagai warga negara Indonesia dan kemudian menulis dengan perasan pikiran agar habis gelap benar benar terbitlah terang," imbuhnya.

Terakhir, Hasto menegaskan, jika bertemu anak-anak ranting partai merupakan sebuah kehormatan bagi Megawati. Menurutnya, hal itu yang tak diketahui oleh Noel.

"Lho, bansos saja dibagi dengan terang-terangan, jadi bertemu anak ranting itu kehormatan. Noel enggak tahu. Bertemu anak ranting PDI Perjuangan itu sumber kekuasaan, dari yang namanya ketua umum DPP PDI Perjuangan itu berasal dari anak ranting. Itu suatu kehormatan. Noel yang tidak tahu," tegas Hasto.

Ketua Umum Jokowi Mania Kritik Keras Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Ketua Umum Relawan Jokowi Mania, Immanuel Ebenezer
Ketua Umum Relawan Jokowi Mania (JoMan), Immanuel Ebenezer saat menghadiri acara buka puasa bersama (bukber) di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 1 April 2024. (Liputan6.com/Lizsa Egeham)

Sebelumnya, Ketua Umum Relawan Jokowi Mania (JoMan), Immanuel Ebenezer alias Noel, juga mengkritik keras pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto terkait upaya pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri. Menurut Noel, pernyataan Hasto jauh dari kesan dan sikap seorang kader partai politik.

"Pernyataan Sekjen PDI Perjuangan itu jauh dari elegan dan cermin seorang partai politik. Ocehannya tidak mencerminkan seorang kader partai politik," kata Noel kepada wartawan, Sabtu (13/4/2024).

Dia menyebut seharusnya Hasto Kristiyanto mendapatkan pengkaderan kembali sebagai seorang kader partai politik. Menurutnya, Hasto perlu memahami bagaimana sikap seorang kader partai politik yang baik, bersikap positif dan mengutamakan persatuan bangsa.

"Jangan sebaliknya, tidak mampu menjaga silaturahmi di antara pemimpin bangsa," ujar Ketua Umum Relawan JoMan.

Noel menilai pertemuan atau silaturahmi Jokowi dengan Megawati merupakan hal penting dan strategis dalam kerangka kebangsaan dan kenegaraan. Sebab, seluruh pihak harus mengutamakan kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan politik pribadi dan kelompok saja.

Sehingga, sebagai politikus dan kader partai politik, menurut Noel, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto harus menghayati instrumentasi dan substansi dari hakekat perjuangan bangsa.

"Pernyataan seorang politisi dan kader partai politik harus futuristik untuk kemajuan bangsa dan negara. Jangan asal bicara tanpa dipikirkan atau sekadar ngomong tanpa tahu substansinya, sehingga ngawur," tegas Noel.

"Sudah saatnya kader partai politik mengedepankan politik positif. Bukan berpikir dan bergerak destruktif untuk kepentingan pribadi dan komunitasnya," imbuh Noel.

PAN Singgung 'Suara Berisik Berisi Racun' di Tengah Wacana Pertemuan Jokowi-Megawati

Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga Mauladi saat memberi keterangan pers di Kantor DPP PAN, Jakarta. (Liputan6.com/Elza Harayana Sahira)

Tak hanya Noel, Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Viva Yoga juga mengkritik keras pernyataan Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto soal wacana pertemuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Viva menilai dalam wacana pertemuan dua tokoh tersebit ada suara berisik yang berisi racun menjadi penghalang silaturahmi antara Presiden Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri.

Padahal, dia meyakini bahwa Megawati dan Jokowi sudah saling memaafkan, meski hanya dalam hati.

"Jika di bulan Syawal ini Pak Jokowi dan Bu Megawati tidak dapat saling bersilaturahmi secara fisik, karena faktor waktu atau faktor psikologis, tetapi saya meyakini bahwa beliau berdua tentu sudah saling memaafkan, meski di dalam hati," kata Viva Yoga kepada wartawan, Sabtu (13/4/2024).

Menurutnya, kedua tokoh tersebut sudah paham bagaimana dunia politik. Viva yakin Jokowi dan Megawati memiliki rasa toleransi dengan perbedaan politiknya, terutama di pemilu 2024.

"Alasannya, beliau berdua adalah tokoh bangsa yang sudah kenyang makan asam garam kehidupan politik. Sudah tertempa oleh pahit getirnya dinamika politik," ujar Viva.

"Di samping itu, beliau berdua tentu akan dapat saling memahami posisi dan pemikiran politik masing-masing, sehingga ada nilai toleransi," sambungnya.

Politikus PAN itu pun kembali menyinggung suara berisik dan berisi racun soal di tengah rencana pertemuan Jokowi dan Megawati. Menurut Viva, suara itu hanya mematikan sikap kenegarawanan Jokowi dan Megawati.

"Meskipun banyak suara berisik yang berisi racun yang mematikan sikap kenegarawanan beliau berdua, tentu hal itu menjadi tantangan tersendiri dalam memaknai kompetisi, persaingan, dan pertarungan politik di sistem demokrasi konstitusional," ucap Viva.

Dia meyakini masyarakat akan senang jika pertemuan Presiden Jokowi dan Megawati benar-benar terjadi. Publik membutuhkan pemimpin yang solid dan guyub.

"Rakyat akan senang dan bergembira jika para pemimpinnya hidup akur, guyub, kompak, solid, dan menjaga nilai persahabatan. Berbeda pemikiran dan pendapat itu hal yang wajar di dunia politik. Yang tidak boleh itu beda pendapatan," tuturnya.

 

Reporter: Nur Habibie

Sumber: Merdeka.com

Infografis Panas Dingin Hubungan Jokowi - Megawati. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Panas Dingin Hubungan Jokowi - Megawati. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya