Liputan6.com, Jakarta - Kritikan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto terhadap vonis ringan yang diberikan hakim untuk para koruptor yang merugikan negara ratusan triliun mendapat sorotan dari Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar.
Ia menilai sangat wajar Prabowo merasa kecewa dengan vonis ringan yang diberikan hakim untuk koruptor itu.
Baca Juga
“Saya (rasa) wajar jika presiden kecewa, dan ini harus disampaikan pada Mahkamah Agung sebagai pembina langsungnya,” ucap Fickar.
Advertisement
Pasalnya, Prabowo sendiri sudah memperhatikan kesejahteraan profesi hakim dengan menaikkan gaji pokok dan tunjangan hakim. Atas hal itu, Fickar mengatakan bahwa Prabowo memiliki harapan yang tinggi terhadap para hakim.
“Ya sebagai kepala negara Pak Prabowo mungkin punya harapan yang tinggi terhadap para hakim, sementara para hakim justru bermain-main dengan kewenangannya,” ujar Fickar menambahkan.
Adapun kritikan yang disampaikan Prabowo terkait vonis ringan koruptor itu seperti mengarah pada kasus Harvey Moeis, dimana mana Hakim hanya memvonis Harvey 6,5 tahun penjara dalam kasus korupsi timah yang merugikan negara Rp300 triliun.
“Ya itu majelis hakimnya juga perlu diperiksa, seharusnya tuntutan 12 tahun itu dihukum separuh tambah 10% alias 7,5 sampai dengan 8 tahun. Disinyalir putusan ini ada apa-apanya, ada intervensi non yuridis,” tutup Fickar.
Prabowo Singgung Vonis Ringan Harvey Moeis: Jangan Terlalu Ringan, 50 Tahun Lah
Presiden Prabowo Subianto menginginkan hukuman berat bagi para pelaku tindak pidana yang merugikan negara hingga ratusan triliun. Dia pun seolah menyinggung vonis majelis hakim terhadap Harvey Moeis dan terdakwa lainnya di kasus korupsi komoditas timah, yang dinilai ringan oleh publik.
Awalnya, Prabowo meminta jajaran Kabinet Merah Putih untuk menghentikan segala kebocoran anggaran dari sisi manapun.
“Sekali lagi saya ingatkan, aparat pemerintah sangat menentukan kebocoran-kebocoran untuk dihentikan. Penyelundupan dari luar ke dalam adalah membahayakan kedaulatan bangsa Indonesia. Penyelundupan tekstil mengancam industri tekstil kita, mengancam ratusan ribu pekerja kita,” tutur Prabowo dalam Musyawarah Rencana Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) 2025-2029 di Gedung Bapennas, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/12/2024).
“Saya nanti akan cari ahli-ahli hukum, apa wewenang yang bisa saya berikan kepada aparat, apakah kapalnya ditenggelamkan. Tolong para profesor di pemerintah tolong kasih saya masukan. Nanti dibilang saya nggak ngerti hukum lagi,” sambungnya.
Prabowo menyatakan, apabila telah terbukti melakukan pelanggaran yang merugikan negara hingga ratusan triliun, sudah sepatutnya majelis hakim menjatuhkan vonis yang berat.
“Saya mohon ya. Kalau sudah jelas melanggar, jelas mengakibatkan kerugian triliunan, semua unsur lah. Terutama juga hakim-hakim ya vonisnya jangan terlalu ringan lah. Nanti dibilang Prabowo nggak ngerti hukum,” jelas dia.
“Tapi rakyat pun ngerti, rakyat di pinggir jalan ngerti. Rampok triliunan, eh ratusan triliun, vonisnya sekian tahun. Nanti Jangan-jangan di penjara pakai AC, punya kulkas, TV, tolong Menteri Pemasyarakatan ya,” lanjutnya.
Prabowo kemudian menyinggung langkah hukum banding yang diambil oleh Kejaksaan Agung (Kejagung), yang diketahui baru dilakukan terhadap vonis terdakwa kasus korupsi komoditas timah.
“Jaksa Agung, naik banding nggak? Naik banding ya? Naik banding. Vonisnya ya 50 tahun gitu ya kira-kira. Mari kita kembali ke jati diri kita, kembali ke 17 Agustus 1945. Saya tidak mau menyalahkan siapa pun, ini kesalahan kolektif kita,” Prabowo menandaskan.
Advertisement