Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA), Bagir Manan melihat, dengan melarikan diri sampai masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) Sudjiono Timan telah melawan hukum. Karena koruptor dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) itu sengaja menghindari putusan pengadilan.
"Dia kan buronan, ini kan berarti dia sengaja menghindari putusan hakim, melawan putusan hakim," kata Bagir ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (26/8/2013).
Ketua Dewan Pers ini menilai, seorang hakim, apalagi hakim agung, harus mempunyai harga diri. Karena itu, majelis hakim PK seharusnya memikirkan harga diri sebagai penegak hukum itu.
"Hakim harus punya harga diri. Dia kan kabur, dengan kata lain dia melecehkan hakim. Mestinya majelis PK memikirkan ini," kata Bagir.
Lebih jauh Bagir melihat, ada kesalahan dalam pengajuan PK oleh Sudjiono itu. PK itu diajukan oleh istri yang dianggap majelis PK sebagai ahli waris.
Menurut Bagir, prosedur pengajuan PK itu sudah salah dari awal. "Pendapat saya, keluarga itu boleh ajukan PK kalau yang bersangkutan atau terpidana menolak ajukan PK. Atau bisa juga dalam keadaan tidak mungkin, misalnya sakit," kata dia.
"PK ini diajukan istri itu sudah tidak benar, istri itu bukan ahli waris, karena terpidana belum mati. Bagi saya itu perlu dipertanyakan," kata Bagir.
Majelis PK yang diketuai Suhadi dengan anggota Sophian Martabaya dan Andi Samsan Nganro serta 2 hakim ad hoc Tipikor Sri Murwahyuni dan Abdul Latif, mengabulkan PK Sudjiono. Perkara diketok pada 31 Juli 2013.
Pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Sudjiono dari segala dakwaan. Namun, putusan itu dianulir Majelis Hakim Kasasi yang diketuai Bagir Manan. MA memvonis Sudjiono selama 15 tahun penjara dan meminta Timan mengganti kerugian negara Rp 369 miliar. (Ary/Sss)
"Dia kan buronan, ini kan berarti dia sengaja menghindari putusan hakim, melawan putusan hakim," kata Bagir ketika dihubungi wartawan di Jakarta, Senin (26/8/2013).
Ketua Dewan Pers ini menilai, seorang hakim, apalagi hakim agung, harus mempunyai harga diri. Karena itu, majelis hakim PK seharusnya memikirkan harga diri sebagai penegak hukum itu.
"Hakim harus punya harga diri. Dia kan kabur, dengan kata lain dia melecehkan hakim. Mestinya majelis PK memikirkan ini," kata Bagir.
Lebih jauh Bagir melihat, ada kesalahan dalam pengajuan PK oleh Sudjiono itu. PK itu diajukan oleh istri yang dianggap majelis PK sebagai ahli waris.
Menurut Bagir, prosedur pengajuan PK itu sudah salah dari awal. "Pendapat saya, keluarga itu boleh ajukan PK kalau yang bersangkutan atau terpidana menolak ajukan PK. Atau bisa juga dalam keadaan tidak mungkin, misalnya sakit," kata dia.
"PK ini diajukan istri itu sudah tidak benar, istri itu bukan ahli waris, karena terpidana belum mati. Bagi saya itu perlu dipertanyakan," kata Bagir.
Majelis PK yang diketuai Suhadi dengan anggota Sophian Martabaya dan Andi Samsan Nganro serta 2 hakim ad hoc Tipikor Sri Murwahyuni dan Abdul Latif, mengabulkan PK Sudjiono. Perkara diketok pada 31 Juli 2013.
Pada pengadilan tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan Sudjiono dari segala dakwaan. Namun, putusan itu dianulir Majelis Hakim Kasasi yang diketuai Bagir Manan. MA memvonis Sudjiono selama 15 tahun penjara dan meminta Timan mengganti kerugian negara Rp 369 miliar. (Ary/Sss)