PKB: Perppu MK Upaya `Deparpolisasi`

Ketua Fraksi PKB di DPR, Marwan Jafar menilai Perppu MK tak logis dan inkonstitusi. Sebab, dalam Perppu tersebut ada upaya deparpolisasi.

oleh Riski Adam diperbarui 21 Okt 2013, 09:41 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2013, 09:41 WIB
marwan-jafar130303b.jpg
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 'penyelamatan' Mahkamah Konstitusi (MK) yang dikeluarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dinilai tak logis dan melanggar konstitusi. Dalam Perppu tersebut ada upaya deparpolisasi.

Hal itu dikatakan Ketua Fraksi PKB Marwan Jafar. PKB menilai kasus suap yang menjerat Ketua MK nonaktif Akil Mochtar tidak bisa dipukul rata dengan parpol. Buktinya, kata Marwan, mantan Ketua MK Mahfud MD yang merupakan kader PKB terbukti bisa bekerja secara profesional.

"Buktinya Mahfud MD dari parpol bersih dan bagus. Dia orang parpol yang sukses dan kredibel memimpin MK. Tidak bisa semua dipukul rata, karena belum tentu juga orang non-parpol bersih dan tidak korupsi, begitu pun orang parpol belum tentu bersih," kata Marwan kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (21/10/2013).

Marwan menjelaskan, klausul persyaratan hakim MK dengan ketentuan tidak menjadi anggota parpol sedikitnya dalam kurun waktu 7 tahun terakhir sangat tak logis. Menurutnya, hal itu sebagai upaya deparpolisasi.

"Syarat harus mundur dari parpol 7 tahun tidak tepat dan kurang logis. Di dalam Perppu itu ada semacam proses deparpolisasi," tuturnya.

Anggota komisi V DPR RI ini menduga, ada agenda tertentu dari sejumlah orang non-parpol yang ingin menguasai MK. Untuk itu, yang paling penting harus dilakukan parpol adalah menghadapi ancaman deparpolisasi.

"AM kan hanya pribadi dan sudah lama keluar dari parpol sejak jadi hakim MK. Kok ini parpolnya yang dipojokkan, dicaci maki dan dihina. Memang betul ada gerakan deparpolisasi yang menjadi musuh bersama. Kita harus lawan adanya ancaman demokrasi, karena demokrasi melalui parpol," Jelasnya.

Lebih lanjut Marwan menjelaskan, tentang persyaratan hakim MK sudah diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang perubahan Undang-Undang MK Nomor 24 Tahun 2003, yang bersifat ideal dan normatif.

Sementara terkait proses penjaringan dan pemilihan hakim MK, lanjut Marwan, sudah diatur secara jelas dalam Pasal 24 C ayat 3 UUD 1945. Dimana hakim MK ditetapkan Presiden berdasarkan ajuan MA (3 orang calon), DPR (3 orang), dan Presiden (3 orang).

"DPR sendiri mempunyai mekanisme untuk menentukan hakim MK. Sekali lagi, Perppu tidak boleh bertentangan dengan konstitusi," jelasnya. (Rmn/Ism)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya