KPU Usul Bakal Calon Kepala Daerah Wajib Ikut Tes Covid-19

Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendorong revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan pilkada dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Agu 2020, 20:01 WIB
Diterbitkan 26 Agu 2020, 20:01 WIB
FOTO: KPU Launching Pemilihan Serentak Tahun 2020
Ketua KPU Arief Budiman menyampaikan kata sambutan saat Launching Pemilihan Serentak Tahun 2020 di Gedung KPU RI, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (18/6/2020). KPU mendapat Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) tambahan dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mendorong revisi Peraturan KPU (PKPU) Nomor 6 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan pilkada dalam kondisi bencana nonalam Covid-19.

Melalui revisi itu, KPU mewajibkan bakal pasangan calon kepala daerah 2020 menjalani pemeriksaan real time polymerase chain reaction (RT-PCR) Covid-19.

"Kita usulkan kepada pemerintah dan DPR untuk bisa dimasukkan yaitu setiap bakal pasangan calon sebelum nanti dilakukan pemeriksaan kesehatannya mereka harus melakukan swab test," ujar Ketua KPU RI, Arief Budiman dalam acara Kabar Terkini Pilkada Serentak di Masa Pandemi di Gedung BNPB, Jakarta Timur, Rabu (26/8/2020).

Dia menjelaskan, usulan mewajibkan bakal pasangan calon kepala daerah 2020 menjalani tes usap Covid-19 ini berdasarkan masukan anggota KPU provinsi, kabupaten, dan kota hingga KPU RI. Setelah menampung masukan tersebut, KPU RI berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).

Arief mengatakan, usulan tersebut bertujuan untuk memastikan bakal pasangan calon kepala daerah 2020 bebas dari Covid-19.

"Jadi harus dipastikan mereka tidak terpapar Covid-19," ucap dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kampanye Dibatasi

Sementara, Dirjen Bina Administrasi dan Kewilayahan Kementerian Dalam Negeri, Safrizal ZA mengatakan pemerintah mengusulkan kepada KPU agar jumlah orang yang mengikuti kampanye umum Pilkada 2020 dibatasi.

Dia mencontohkan, misalnya jumlahnya hanya boleh 50 orang saja. Sehingga mampu menjaga jarak.

"Kami usulkan 50 orang saja sehingga mampu menjaga jarak," tutur Safrizal.

Menurut dia, tetap ada kampanye umum. Cuma,dibatasi agar tak terjadi kerumumanan.

"Namanya tetap kampanye umum tapi kampanye yang membatasi kerumunan," kata dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya