KPU Dilaporkan ke DKPP soal PKPU Keterwakilan Bacaleg Perempuan

Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengadukan Ketua dan KPU ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu.

oleh Winda Nelfira diperbarui 15 Agu 2023, 20:10 WIB
Diterbitkan 15 Agu 2023, 20:10 WIB
Direktur Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development, Haedar Nafis Gumay.
Direktur Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development, Haedar Nafis Gumay. (Dok. Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengadukan Ketua dan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu terkait keterwakilan perempuan dalam daftar Bakal Caleg Pemilu DPR dan DPRD 2024.

Para pengadu terdiri dari Mikewati Vera Tangka (Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Indonesia), Listyowati (Ketua Yayasan Kalyanamitra), Misthohizzaman (Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID).

Kemudian ada pula, Wirdyaningsih (Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Anggota Bawaslu RI Periode 2008-2012), serta Hadar Nafis Gumay (Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity).

Mereka diwakili kuasa hukum yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan. Adapun aduan telah disampaikan ke DKPP pada Selasa (15/8/2023).

"Pengaduan dilatarbelakangi oleh perbuatan KPU yang pada 17 April 2023 telah menetapkan Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota," demikian keterangan tertulis Pengadu dan Kuasa Hukum Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, dikutip Selasa (15/8/2023).

Pada Pasal 8 ayat (2) huruf a PKPU tersebut diatur bahwa dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan. Apabila dua tempat desimal di belakang koma bernilai kurang dari 50, maka hasil penghitung persen dilakukan pembulatan ke bawah.

"Ketentuan a quo dalam praktiknya (merujuk pada data yang dirilis melalui laman https://infopemilu.kpu.go.id/Pemilu/Dprri_tahap_pengajuan), telah mengakibatkan 17 partai politik tidak memenuhi pencalonan perempuan pada 290 daerah pemilihan," katanya.

 


KPU Dinilai Langgar Prinsip Mandiri dalam Penyusunan Regulasi

Direktur Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development, Haedar Nafis Gumay.
Direktur Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development, Haedar Nafis Gumay. (Dok. Istimewa)

Fenomena serupa juga terjadi dalam pencalonan pemilu DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota dalam skala yang lebih besar dan masif. Di mana terdapat 860 dapil Pemilu DPRD provinsi dan 6.821 dapil DPRD kabupaten/kota yang keterwakilan perempuannya kurang dari 30 persen

Oleh sebab itu, Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan mengadukan sejumlah petinggi KPU RI, di antaranya Hasyim Asy’ari, Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, hingga Mochammad Afifuddin.

Mereka dinilai karena telah melanggar prinsip mandiri dalam menyusun regulasi, serta dianggap melakukan pembohongan kepada publik terkait perubahan atau perbaikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a PKPU 10/2023.

Para Pengadu mengajukan petitum kepada DKPP agar menyatakan Para Teradu melakukan pelanggaran Kode Etik berat dan telah melanggar Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu. Serta meminta agar DKPP menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Para Teradu.

"Para Pengadu berharap menjadi efek jera bagi penyelenggara pemilu untuk tidak bermain-main dengan Konstitusi dan aturan main pemilu demokratis," tutupnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya