Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI memberikan perhatian khusus kepada beberapa wilayah di Papua terkait kerawanan Pilkada 2024.
Beberapa wilayah yang berpotensi rawan adalah Papua Induk, Papua DOB, Papua Barat Daya, Pegunungan, Papua Selatan, maupun Papua Barat.
Advertisement
Baca Juga
"Daerah Papua banyak yang rawan," tegas Bagja di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Rabu, (20/11/2024).
Advertisement
Ia menjelaskan bahwa keberadaan Kelompok Separatis Bersenjata (KKB) hingga kelompok pengacau menjadi salah satu penyebab utama. Keamanan di wilayah tersebut juga menjadi faktor penting yang dipertimbangkan, berdasarkan penilaian dari aparat kepolisian.
"Kemudian juga tentang sistem noken yang masih berlaku, walaupun terkadang sistem ini justru lebih aman. Ada daerah-daerah yang menerapkan sistem noken dan ada yang tidak," kata dia.
Selain itu, Bawaslu juga menyoroti beberapa daerah di Papua yang memiliki potensi konflik tinggi, seperti Nabire dan Mimika. "Daerah-daerah ini rawan konflik, meskipun sistem pemilihannya one man one vote," ungkap Bagja.
Sementara terkait dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT), Bagja mengakui masih ada beberapa ketidakjelasan di Papua.
Â
Menko Polhukam Wanti-Wanti Intelijen Harus Deteksi Potensi Kerawanan Pilkada Sekecil Apapun
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia (Menkopolhukam) Marsekal TNI Purn Hadi Tjahjanto mengingatkan inteljen negara soal kerawanan dalam Pilkada 2024.
Hal itu di sampaikan Hadi dalam acara Launching Pemetaan Kerawanan Pemilihan Serentak 2024 yang diselenggarakan oleh Bawaslu, Senin, (26/8/2024).
 "Saya mewanti-wanti aparat intelejen karena kekuatan kita TNI Polri dibagi habis di seluruh wilayah sehingga aparat intelejen harus berjaga 24 jam mengantisipasi jangan sampai ada gangguan," kata Hadi di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Senin (26/8).
Hadi mewanti-wanti agar intelijen mengetahui dengan cepat hal sekecil apapun agar dapat diantisipasi.Â
"Ibarat kata di daerah Malang Selatan itu mungkin ada daun jatuh saja aparat intelejen apalagi kepolisian harus tahu jatuh karena apa dipetik atau jatuh waktunya," tegas Hadi.
Hadi mengatakan dalam peta kerawanan di Pilkada 2024 di masing-masing wilayah memiliki tingkat kerawanan yang berbeda-beda. Sehingga pemetaan itu harus menjadi pedoman dalam mengantisipasi dinamika yang akan terjadi di pilkada.
Ia mengatakan, menjelang pendaftaran, kerawanan ada tiga, yakni kerawanan pencalonan, kerawanan pada kampanye, dan perhitungan.
Dia juga menegaskan TNI-Polri akan terus bersinergi dalam mengawal semua proses Pilkada 2024 yang diadakan secara serentak.
"Ya kita terus menjaga persatuan dan kesatuan, itulah sebabnya TNI-Polri terus turun ke lapangan untuk menjaga stabilitas," pungkas Hadi.
Advertisement
Bawaslu DKI Petakan Potensi Kerawanan pada Pilkada Jakarta 2024
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) DKI Jakarta telah melakukan pemetaan terhadap potensi kerawanan dalam Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. Pemetaan ini mencakup tingkat kerawanan yang bervariasi, mulai dari tinggi, sedang, hingga rendah.
Koordinator Divisi Pencegahan dan Partisipasi masyarakat Bawaslu DKI Jakarta, Burhanuddin mengatakan, untuk kerawanan tinggi potensial terjadi pada tahapan kampanye dan proses pemungutan suara.
"Kerawanan tinggi potensial terjadi pada indikator adanya imbauan dan/atau tindakan untuk menolak calon tertentu dari tokoh/kelompok tertentu, adanya tindakan kampanye yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan," kata Burhanuddin dalam keterangannya, Jumat (2/8/2024).
Adanya keberatan dari saksi saat pemungutan dan penghitungan suara, adanya materi kampanye yang bermuatan SARA di tempat umum, adanya kampanye yang bermuatan SARA di media sosial dan adanya materi hoaks di media sosial," sambungnya.
Ia menyebut, pengalaman masa kampanye sebelumnya di mana Pilgub Jakarta sarat dengan materi-materi yang kurang mendidik dan cenderung memecah persatuan dan kesatuan bangsa.
Selain menggunakan media sosial dan digital, penyebaran hoaks dan materi negatif juga melalui selebaran yang disebarkan ke warga Jakarta.
"Penyampaian untuk mendukung dan menolak calon tertentu terdapat dalam forum dan lokasi yang dilarang untuk dilakukan kampanye. Intimidasi juga berpotensi terjadi di Jakarta terutama disebabkan oleh komposisi calon atau pasangan calon yang terfragmentasi secara diametral dengan persaingan yang ketat," sebutnya.
"Adapun untuk kerawanan tinggi untuk tahapan pemungutan suara adalah indikator adanya penghitungan suara ulang dan adanya mobilisasi pemilih tambahan secara mendadak di hari pemungutan suara," tambahnya.
Siapkan Langkah Antisipasi
Berdasarkan pemetaan kerawanan pemilihan di provinsi DKI Jakarta, maka Bawaslu melakukan analisis dan langkah antisipasi untuk menghindarkan dari kerawanan tersebut.
"Kondisi pemilihan umum berpengaruh pada pemilihan kepala daerah. Jarak antara Pemilu Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilu Legislatif dengan pemilihan kepala daerah serentak tidak jauh dan dilaksanakan dalam tahun yang sama," paparnya.
"Penyelenggara Pemilu termasuk di tingkat adhoc sebagian besar juga menjadi pelaksana kedua pemilihan tersebut. Berdasarkan kondisi pemilihan umum akan berdampak pada pemilihan kepala daerah serentak. Terhadap residu pemilihan umum wajib untuk dilakukan langkah antisipasi untuk mencegah pelanggaran yang terulang di pemilihan kepala daerah serentak," tambahnya.
Selanjutnya, kampanye dan proses pemungutan suara adalah kerawanan tinggi di Jakarta yang perlu mendapatkan perhatian penuh oleh semua pihak yang memiliki tanggungjawab dalam penyelenggara Pligub.
Lalu, komposisi pasangan calon sangat menentukan materi dan ujaran yang akan menjadi komunikasi publik di Jakarta terutama menggunakan media sosial.
Berikutnya, pemahaman yang komprehensif bagi seluruh jajaran penyelenggara pemilu. Pemetaan kerawanan kepala daerah menunjukkan, faktor pelanggaran pemilu disebabkan oleh pemahaman yang kurang mendalam dan kurang komprehensif terhadap teknis dan prosedur penyelenggaraan terutama di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Gambaran ini dikatakannya mewajibkan kepada penyelenggara Pemilu untuk semakin memperbanyak panduan pelaksanaan pemilihan serta meningkatkan layanan informasi dan bimbingan teknis.
"Perkuat kerangka kerja sama dan transparansi antar pihak. Soliditas dan kerja sama antar semua pihak untuk sama-sama berbagi perannya masing-masing akan semakin meningkatkan kualitas pemilihan kepala daerah serta memberikan peluang yang lebih besar terhadap partisipasi masyarakat pemilih," katanya.
Advertisement
Kerja Sama dan Konsolidasi
Kerja sama dan konsolidasi antar penyelenggara Pemilu dengan kelompok masyarakat menurutnya dapat diwujudkan sejak awal.
"Penguatan terhadap jaminan hak memilih. Evaluasi dan catatan penting terhadap kekurangan yang terjadi dalam pemilu nasional segera disusun dan menjadi rekomendasi perbaikan dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah. Melihat secara detail setiap tahapan mana yang mengalami kekurangan untuk disempurnakan kembali pada saat menyusun panduan dan tata kelola pemilihan," ucapnya.
"Di antaranya adalah pemutakhiran daftar pemilih di mana pemilih yang tidak memenuhi syarat hasil dari Pemilu menjadi pertimbangan penting saat pemutakhiran di pemilihan kepala daerah sehingga kesalahan pemutakhiran tidak berulang," tambahnya.
Lalu, penyediaan layanan dan fasilitas pada pemilih. Penyelenggara Pemilu wajib memastikan layanan dan fasilitasi pelaksanaan tahapan pemilihan yang akses bagi semua pihak termasuk bagi pemilih penyandang disabilitas dan kelompok minoritas.
Sehingga, tidak ada lagi pemilih yang memiliki keterbatasan pada akhirnya menghadapi kesulitan dalam keikutsertaan dan partisipasi dalam proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah.
"Antisipasi terhadap bencana dalam hal ini banjir dan rob wajib menjadi perhatian bagi KPU terutama untuk menentukan lokasi TPS yang akan digunakan untuk pemungutan suara. Seluruh penyelenggara bersama jajarannya wajib memberikan penjelasan yang memadai bagaimana proses pemungutan dan penghitungan suara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan," pungkasnya.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi/Merdeka