Gunungkidul – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul akan menggandeng beberapa universitas untuk meneliti lebih jauh terkait muncul banyak lubang akibat tanah ambles. Saat ini, setidaknya ada 11 tanah ambles di Gunungkidul.
Kepala Seksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Gunungkidul, Handoko, mengatakan penanganan tersebut tidak bisa serta merta.
"Dalam penanganan amblesan, tidak bisa serta merta, harus menunggu proses alam juga, karena ini merupakan fenomena alam. Selain itu juga perlu kajian lebih dalam lagi. Kami enggak bisa gerak hanya serampangan asal-asalan," ujarnya, Rabu (7/2/2018).
Advertisement
Baca Juga
Dia mengatakan, ada beberapa pandangan dalam penanganan luweng, sebutan warga untuk lubang itu. Pertama pandangan dari segi lingkungan. Jika dilihat dari segi lingkungan, penutupan lubang oleh manusia akan mengganggu saringan air bersih yang dapat dimanfaatkan masyarakat.
Dari sisi masyarakat, dia mengatakan, mereka cenderung akan meminta lubang tanah ambles tersebut untuk segera ditutup. Itu karena lubang dianggap mengganggu lahan warga dan mengakibatkan lahan tidak dapat ditanami.
Untuk itu, BPBD mempertimbangkan kedua aspek tersebut, baik dari pandangan keselamatan atau kepentingan orang, maupun juga dari sisi lingkungan yang tidak dapat dilepaskan.
Baca berita menarik Solopos.com lainnya di sini
Tanah Ambles Gembur
Salah satu upaya penanganan, katanya, adalah memfungsikan pembuangan air. Upaya ini dilakukan dengan memperbesar lubang dan membuat bronjong atau lebih spesifik diberi jari-jari agar lebih kuat.
Namun, cara itu menurut Handoko lebih mudah dilakukan pada tanah ambles yang cenderung dari batuan yang sudah keras, bukan seperti tanah di persawahan warga yang gembur dan mudah longsor.
Jika amblesan di tanah yang gembur, ia berpendapat lebih baik air tidak diarahkan ke lubang itu karena dapat menyebabkan amblesan lebih besar. Sebagai solusi, petani dapat mengarahkan air ke pertanian.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement