Liputan6.com, Cilacap - Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah adalah salah satu wilayah dengan populasi penghayat kepercayaan tertinggi di Indonesia. Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia (MLKI) menyebut jumlahnya mencapai 99 ribu orang.
Mereka merupakan anggota paguyuban adat, kelompok pelestari adat Jawa, aliran kebatinan yang jumlahnya mencapai 29 kelompok dan tersebar dari daerah pegunungan Daeyuhluhur di barat Cilacap, hingga pesisir Kroya, belahan timur.
Artefak kuno peninggalan leluhur bertebaran di berbagai wilayah. Sanggar-sanggar dan pesemuan (tempat ibadah) dibangun untuk menjalankan ritual.
Advertisement
Baca Juga
Mulai tahun 2018 ini, siswa penghayat kepercayaan pun dapat berdiri sejajar dengan siswa agama lain. Mereka, bisa mengikuti Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) mata pelajaran pendidikan Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha esa.
Yang pertama, dan satu-satunya siswa penghayat kepercayaan yang mengikuti USBN pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah Adelia Permatasari, siswa SMA Negeri 1 Cilacap.
USBN Penghayat Kepercayaan, Kesetaraan Hak Pendidikan
Di USBN 2018 ini, Adelia seolah menjadi duta para siswa penghayat kepercayaan yang telah memperoleh kesetaraan hak untuk mendapatkan pelajaran dan diuji sesuai dengan kepercayaannya. Ia menggarapnya sendirian, seperti juga saat ia belajar pendidikan kepercayaan.
Sebelumnya, siswa penghayat terpaksa menggarap mata pelajaran agama lain, demi selembar ijazah. Padahal, layanan pendidikan untuk siswa penghayat kepercayaan telah dimulai pada 2015 lalu.
Secara resmi pendidikan untuk kaum penghayat baru dilegalkan pada 2016 dengan terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 27 tahun 2016 tentang layanan pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Sekretaris MLKI Kabupaten Cilacap, Muslam Hadiwiguna Putra, yang juga pengampu atau pembimbing materi untuk penghayat kepercayaan menerangkan, sejak kelas 10, Adelia telah mengajukan permohonan untuk layanan pendidikan untuk penghayat kepercayaan.
Permohonan yang dibuat oleh orang tua siswa penghayat itu dilayangkan kepada pihak sekolah. Lantas sekolah berkoordinasi dengan MLKI Kabupaten Cilacap untuk menugaskan pengampu materi. Sejak saat itu, Adelia memperoleh pendidikan formal sesuai dengan keyakinannya.
Advertisement
Siswa Penghayat Kepercayaan Tak Lagi Harus Garap Soal Agama Lain
Adelia bukan hanya lega dapat menyelesaikan soal USBN. Lebih dari itu, ia bisa mendapatkan pendidikan sesuai dengan keyakinannya.
"Kami bersyukur karena mata pelajar kepercayaan masuk di USBN," ucapnya, Jumat, 30 Maret 2018.
Muslam menerangkan, USBN untuk mata pelajaran kepercayaan dilaksanakan secara nasional. Masuknya materi kepercayaan dan USBN memperlihatkan bahwa negara semakin mengakui keberadaan para penghayat di Indonesia.
Di USBN mata pelajaran kepercayaan ini, terdapat 45 pertanyaan yang terdiri dari 40 soal pilihan ganda dan lima soal isian. Secara garis besar, materi soal USBN kepercayaan menyangkut tema Ketuhanan, Budi Pekerti, Sejarah dan Martabat Spiritual.
"Empat materi pokok itu sekaligus menjadi kompetansi inti dari pelaksanaan mata pelajaran kepercayaan," dia menjelaskan.
Sinyal Positif dari Dinas Pendidikan dan Sekolah untuk Penghayat Kepercayaan
Seiring pengakuan layanan pendidikan untuk para penghayat kepercayaan, sinyal positif semakin tampak dari Dinas Pendidikan Cilacap dan sekolah-sekolah yang terdapat siswa penghayat kepercayaan.
Jumlah sekolah yang memasukkan pendidikan kepercayaan pun bertambah. Kini, 14 sekolah mulai SD, SLTP dan SLTA telah membuka layanan pendidikan Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Hal itu menunjukkan bahwa sekolah di Cilacap semakin inklusif. Bahkan, saking bersemangatnya, ada sekolah yang bersedia menampung siswa penghayat sekolah lain jika sekolah tersebut tak melayani pendidikan untuk siswa penghayat.
"SMK Yos Soedarso jika ada siswa siswi dari skolah laih yang penting SLTA sederajat, KBM boleh dilaksanakan di sekolah tersebut," kata Kepala Humas MLKI Cilacap, Kuswanto Heriyanto yang juga pengampu pendidikan kepercayaan.
Ia juga optimistis, sekolah yang melayani pendidikan kepercayaan akan semakin bertambah. Kuswanto juga tak khawatir, pendidikan kepercayaan para siswa penghayat akan terbengkalai.
"Bukan hanya semangat, sudah menjadi kewajiban, karena diatur oleh undang-undang," dia menegaskan.
Advertisement