Gula Semut Bali dan Harapan Pertumbuhan Ekonomi Inklusif

Bank Indonesia berharap pertumbuhan ekonomi Bali bisa inklusif dan sustainable

oleh Dewi DiviantaSwitzy Sabandar diperbarui 02 Mei 2019, 07:00 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2019, 07:00 WIB
Lokakarya Bank Indonesia Bali ke Yogyakarta
Lokakarya Bank Indonesia Bali ke Yogyakarta (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Liputan6.com, Denpasar Bali merupakan daerah tujuan wisata utama di Indonesia dan menjadi salah satu destinasi tujuan wisata dunia. Pariwisata adalah lokomotif ekonomi Bali berkat keindahan alam dan seni budaya serta keramahtamahan penduduknya. Provinsi Bali sebagai tempat tujuan wisata menyumbang 40 persen devisa negara yang diperoleh dari sektor pariwisata.

Ekonomi Bali di tahun 2018 mengalami akselerasi kinerja dengan tumbuh sebesar 6,35 persen (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi tahun 2017 sebesar 5,57 persen (yoy). Kinerja ekonomi Bali pada triwulan I 2019 diprakirakan tetap tumbuh kuat, dengan kisaran 6,10 persen-6,50 persen (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (triwulan I 2018) sebesar 5,75 persen (yoy).

“Dinamika inflasi Bali selama 5 tahun terakhir (2014 hingga 2018) menunjukkan bahwa inflasi Bali relatif lebih rendah dibanding inflasi nasional. Rata-rata inflasi Bali selama 5 tahun terakhir tercatat sebesar 4,17 persen (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata realisasi inflasi nasional pada periode yang sama, yang sebesar 4,29 persen (yoy).

Inflasi Bali pada Maret 2019 tercatat sebesar 1,85 persen (yoy), dan hingga akhir tahun 2019 diperkirakan terjaga sesuai target pada kisaran 3,5 + 1 persen,” kata Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Causa Iman Karana pada acara Lokakarya Kehumasan Bank Indonesia KPw Bali 2019 ke Yogyakarta.

Iman memaparkan sejumlah tantangan yang dihadapi ekonomi Bali ke depan, antara lain tingginya ketergantungan ekonomi Bali pada bidang usaha pariwisata, turunnya kualitas wisatawan mancanegara serta tingginya alih fungsi lahan.

“Saat ini, hampir semua wilayah di Pulau Bali melakukan pembangunan yang berorientasi pada sektor wisata. Orientasi masyarakat di Bali telah berubah dari yang semula merupakan masyarakat agraris dengan mata pencaharian sebagai petani menjadi masyarakat pelaku penyedia tempat wisata,” tutur pria yang karib disapa Pak Cik itu.

Untuk itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali berupaya meningkatkan produksi dan kapasitas UMKM yang berpotensi ekspor atau berpotensi menunjang sektor pariwisata. Salah satunya adalah pengembangan gula semut di Jembrana dan desa wisata Tampaksiring.

Gula semut adalah gula merah versi bubuk dan sering pula disebut orang sebagai gula kristal. Dinamakan gula semut karena bentuk gula ini mirip rumah semut yang bersarang di tanah. Bahan dasar untuk membuat gula semut adalah nira dari pohon kelapa atau pohon aren. Keistimewaan gula semut adalah memiliki rasa dan aroma yang khas yang berasal dari bahan pembuatnya, yaitu nira.

Dibandingkan dengan gula cetak, pengolahan nira menjadi gula semut akan lebih menguntungkan, karena harga jual lebih tinggi dibandingkan dengan gula cetak, berbentuk serbuk sehingga lebih luwes pemakaiannya dibandingkan gula cetak dan lebih mudah penyimpannya serta memiliki umur simpan lebih lama.

“Industri gula semut atau gula merah bubuk di dalam negeri mampu menghasilkan produk yang diminati pasar internasional. Meski pengolahannya masih banyak dilakukan secara konvensional, namun produk gula semut telah berhasil menembus pasar ekspor ke beberapa negara seperti Amerika, Eropa, Srilanka, Australia dan Jepang,” katanya.

 

Desa Wisata Tampaksiring

Lokakarya Bank Indonesia Bali ke Yogyakarta
Lokakarya Bank Indonesia Bali ke Yogyakarta (Liputan6.com/Dewi Divianta)

Oleh karena itu, Iman menyebut Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mulai mengidentifikasi pengembangan gula semut di Desa Pendem, Jembrana. Kelompok Mawar Bali, terdiri dari petani gula kelapa sejumlah 20 orang yang berada di sekitar Bukit Mawar, Desa Pendem, Jembrana akan dibina oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali untuk menghasilkan produk gula semut berkualitas ekspor.

Guna kepentingan itu, petani gula kelapa tersebut diajak mengikuti kunjungan belajar ke Yogyakarta. Kunjungan belajar ke Yogyakarta selain untuk meningkatkan produksi, juga melihat  peluang pasar untuk ekspor. Hasil ini diharapkan dapat berdampingan dengan hilirisasi produk coklat dan kopi.

“Selain gula semut, kami juga akan mengembangkan Desa Wisata Tampaksiring. Pemilihan Desa Tampaksiring mengingat lokasinya tidak jauh dengan Klaster Padi Pulagan yang merupakan binaan kami,” kata Iman.

Selain itu, Desa Tampaksiring juga memiliki objek wisata Pura Tirta Empul dan Istana Presiden. Tampaksiring mempunyai potensi seni, adat dan budaya yang masih kental. Ditunjang dengan potensi sumber daya alam dan potensi kerajinan yang berkualitas ekspor, pengembangan Desa Wisata Tampaksiring akan dibuat terintegrasi dengan agrowisata Pulagan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya