Liputan6.com, Garut - Bagi kalangan santri pesantren tradisional di daerah Garut dan wilayah Jawa Barat lainnya, tentu mengenal istilah ‘ngaji pasaran’, pada bulan Ramadan. Metode ngaji kitab kuning dengan pembacaan cepat itu, sanggup mengkhatamkan kitab puluhan hingga ratusan halaman, hanya dalam waktu singkat.
Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Huda, Cisurupan Garut KH Cecep Jaya Karama mengatakan, tradisi ngaji pasaran sudah berlangsung lama, khusus dilaksanakan pada bulan suci Ramadan.
“Istilahnya metode pecepatan atau akselerasi, ketika seorang santri ingin mengkaji menamatkan satu kitab secara cepat dalam waktu relatif singkat,” ujarnya, Kamis (9/5/2019).
Advertisement
Menurut Cecep, masuknya Ramadan bagi kalangan pesantren bukan berleha-leha, para kiai, asatid atau pengajar, termasuk para santri, justru semakin memacu diri dalam ngaji pasaran. “Biasanya satu kitab dikaji secara full dari awal sampai akhir kurang dari satu bulan,” kata dia.
Baca Juga
Dengan pola itu, santri dan kiai tetap fokus menuntut ilmu, sambil menjalankan kewajiban puasa Ramadan.
“Pasaran bisa juga sebagai stadium general, sehingga siapapun bisa mengikutinya, baik santri di pesantren, santri di luar pesantren, termasuk para alumni dan masyarakat umum,” papar dia.
Dalam prakteknya, kiai yang memimpin jalannya pengajian akan membacakan kitab kuning plus terjemaah secara cepat, sementara para santri menyimak dan ikut menuliskan terjemahan yang dibacakan kiai secara cepat pula. “Di sanalah seninya mengaji pasaran Ramadan,” ujarnya kiai muda itu.
Cecep menerangkan, penggunaan istilah pasaran kata dia, merujuk pada keranda mayat atau pasaran (tempat membawa mayat dalam bahasa sunda) yang selalu dibawa dalam waktu singkat sesuai kebutuhan.
“Makanya ngaji pasaran pasti cepat dan hanya berlangsung sekitar 20 harian di pesantren,” ujar dia menjelaskan.
Tak mengherankan, dengan pola seperti itu kitab kuning dengan ketebalan puluhan hingga ratusan halaman, yang biasanya diselesaikan dalam waktu bulanan atau tahunan, hanya diselesaikan dalam hitungan hari kurang dari sebulan selama Ramadan.
“Dan yang penting agar pesantren menjadi lebih ramai dengan aktifitas ibadah selama Ramadan,” kata dia.
Rutinitas Jadwal Pasaran
Cecep menerangkan, bagi kalangan santri syarat utama mengikuti jalannya pasaran adalah menguasai pengetahuan dasar gramatikal bahasa arab seperti ilmu nahwu dan shorof.
“Namun bagi masyarakat umum atau belum bisa, mungkin hanya bisa mendengarkan saja,” ujarnya.
Pengajian pasaran ujar dia, rata-rata dilaksanakan mulai ashar hingga menjelang tengah malam. “Mereka hanya terpotong waktu berbuka puasa dan shalat tarawih, kemudian dilanjutkan lagi hingga malam,” ujarnya.
Selama pengajian berlangsung, para santri dan kiai yang memimpin pengajian, bakal fokus pada satu kitab tertentu, untuk mengejar target khatam pengajian, sesuai jadwal yang ditentukan. “Paling lama sampai tanggal 25 puasa, tapi rata-rata 20 harian (selesai),” ujarnya.
Dengan pola pengajaran seperti itu, seluruh santri dituntut fokus selama mengaji, sehingga ilmu yang diberikan sang guru tidak menguap begitu saja. “Kalau dipesantren ada istilah ngalogat (mengartikan bahasa arab), jadi hanya yang penting saja ditulis,” kata dia.
Cecep menjabarkan, dalam pengajian pasaran, kitab kuning yang dikaji, disesuaikan dengan kebutuhan. Ia mencontohkan Pesantren Darul Hikam di Sukabumi, selalu menggelar pengajian pasaran untuk kitab Jauhar Maknun, Ukudul Juman, termasuk ilmu mantik lainnya seperti Risalatussamsiyah.
Sementara untuk ilmu Falak (hitungan), pesantren Gasol Cianjur biasa menggelar pengajian itu setiap ramadan tiba. Sementara pesantren Al I’anah di daerah Buni Kasih Kabupaten Cianjur, se;a;u mengkhususkan pengajian kitab fikih fathul muin. “Pesantren lain tentu banyak lagi kitab yang dikaji,” ujarnya.
Advertisement
Khasanah Ramadan di Pesantren
Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU) Garut KH Lukmanul Hakim menambahkan, adanya tradisi pasaran di lingkungan pesantren selama Ramadan berlangsung, memberikan banyak manfaat bagi masyarakat sekitar.
"Bahkan aktifitas pesantren pun tetap hidup selama Ramadan," ujarnya.
Dengan pola itu, para santri dipacu tetap fokus beribadah puasa, tanpa meninggalkan tugas dan fungsinya sebagai santri dalam menuntut ilmu. "Memang ada metode khusus selama pasaran, namun secara umum santri menjadi terpacu melakukan pengajian," kata dia.
Dengan jadwal yang super padat, serta metode pengajaran yang super kilat, para santri dan peserta lain yang mengikuti tradisi pasaran harus mampu membagi waktu. "Tapi dengan kebersamaan di pesantren biasanya kurang tidur tidak menjadi masalah," ujarnya sambil tersenyum.
KH Cecep Jaya Karama menambahkan, selain menambah wawasan ilmu agama bagi santri secara cepat dan instan, kegiatan pasaran bisa menjadi sarana untuk memakmurkan pesantren. "Pesantren lebih ramai dan aktifitas keagamaan menjadi lebih bermakna," ujarnya.
Bahkan dengan padatnya jadwa ngaji yang telah dibuat pesantren selama pasaran, para santri dan masyarakat lebih fokus dan khusuk dalam menjalankan ibadah selama puasa Ramadan.
"Ada nilai pendidikan seperti disiplin, ketaatan dan kesholehan sosial yang diberikan pesantren bagi masyarakat," ujar dia.
Dengan melihat pentingnya paran ngaji pasaran selama Ramadan, ia berharap tradisi baik tersebut tetap terjaga di kalangan dunia pesantren, sebagai khasanah untuk menambawah pengetahuan agama para santri. “Metodenya sudah terbukti menghasilkan banyak kiai dan santri unggul,” kata dia.