Liputan6.com, Purbalingga - Ratusan Jemaah Islam Aboge di Desa Onje, Kecamatan Mrebet, Purbalingga, Jawa Tengah memulai puasa selang sehari dari ketetapan pemerintah. Penganut Islam yang menggunakan kalender Alif Rebo Wage ini baru berpuasa mulai Selasa, 7 Mei 2019.
Sebagaimana umat Islam lainnya, penganut Islam Aboge akan mengisi siang dan malam dengan ibadat Ramadan. Intensitas ibadah ditingkatkan pada bulan suci umat muslim ini.
Meskipun berbeda hari dalam penetapan awal Ramadan dan hari besar lainnya, tata cara ibadat tarawih Islam Aboge serupa dengan nahdliyin atau jemaah Nahdlatul Ulama. Jumlah rekaatnya sama, yaitu 23 rekaat.
Advertisement
Baca Juga
23 rekaat terdiri dari 20 salat tarawih dan tiga salat witir atau penutup. Ada seorang Bilal yang memandu setiap dua rekaat.
Sebelum awal rekaat kelima, kesembilan, ketigabelas dan keenam belas, mirip dengan tata cara Tarawih anggota Nahdliyin. Bilal tarawih Islam Aboge juga membacakan tarikh Khulafatur Rasyidin, atau empat khalifah awal, yakni Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.
“Ditutup dengan tiga rekaat witir. Sama dengan NU. Cara ibadahnya mirip dengan Nahdliyin,” kata warga Onje, yang juga memang penganut Islam Aboge, Puji Utomo, Kamis malam, 9 Mei 2019.
Tata cara ibadah yang serupa dengan Nahdliyin selain Tarawih adalah salat subuh. Penganut Islam Aboge pun menggunakan qunut.
“Yang berbeda itu cuma kalendernya. Kalau ibadahnya sama dengan orang NU, ”katanya.
Kerukunan dan Toleransi
Puji menerangkan, Desa Onje terdiri dari sekitar 5.000 penduduk. 40 persen berhasil adalah penganut Islam Aboge.
Jemaah Islam Aboge banyak terkonsentrasi di sekitar Dusun Bak. Dari tiga masjid, jemaah Islam Aboge terbanyak ada di Masjid Sayyid Kuning, yang didirikan oleh Kiai Abdullah Syarif, penyebar Islam yang juga memperkenalkan ilmu hisab berdasar kalender Aboge.
Di Masjid ini lah tarawih Islam Aboge digelar. Pun dengan salat Idul Fitri dan Salat Idul Adha.
Perbedaan itu tidak pernah menyebabkan reboundnya kerukunan antar umat beragama atau umat seagama di Onje. Secara turun temurun, mereka sudah saling asih, asuh dan rukun satu sama lain.
Toleransi dan hormat sangat dijunjung tinggi di Desa Onje. Bahkan, jika lebaran nasional tiba setiap hari atau dua hari lebih cepat dari Jemaah Islam Aboge, hari lebaran di Desa Onje baru akan nampak lebih semarak saat tiba hari lebaran atau hari besar Islam Aboge.
“Ya saling menghormati. Jadi nanti ramainya itu bareng-bareng, ”ucap Puji. Pemimpin Jemaah Islam Aboge yang juga sesepuh Desa Onje, Kiai Sudi Maksudi mengatakan pemilihan Ramadhan sesuai dengan perhitungan yang dia dan komunitasnya yakini secara lengkap.
Dalam perhitungannya, puasa Ramadhan tahun ini jatuh pada hari Selasa Pahing. Namun, ia mengharapkan agar perbedaan awal Ramadhan itu membuat kelompoknya dianggap sebagai kelompok yang menyimpang.
Sebab, ibadah kelompok Islam Aboge tetap lengkap Al Quran, sama dengan umat Islam pada umumnya. Dalam fiqihetujui, ada empat cara untuk menentukan awal Ramadhan.
Salah satunya adalah metode hisab. Dan sesepuh Islam Aboge telah menggunakan metode hisab ini sejak beberapa tahun yang lalu.
“Ramadhan kali ini jatuh pada hari Selasa Pahing atau hari ini. Perhitungannya rumit tapi kami anggap ini sebagai perhitungan pasti, ”katanya.
Advertisement
Kalender Islam Aboge
Kepala Desa Onje, Mugi Ari Purwono menerangkan, warga di luar kelompok Islam Aboge tidak repot dengan apa yang diamalkan Aboge. Dia senang dengan adanya keberagaman di Onje.
Menurut dia, Jemaah Aboge dan masyarakat pada umumnya tidak pernah mempercayai tentang perbedaan waktu awal Ramadan dan Idul Fitri. Penganut ajaran Aboge Tahu paling banyak di Dusun Bak, Desa Onje.
“Kami tidak pernah mempermasalahkan tentang perbedaan ini. Justru kami anggap hal ini sebagai keunikan, ”kata Mugi.
Sama seperti di Desa Onje, Purbalingga, penganut Islam Kejawen yang menggunakan kalender Aboge di Banyumas dan Cilacap memulai puasa Ramadhan pada hari Selasa pahing.
Juru Bicara Komunitas Adat Banokeling Desa Pekuncen, Kecamatan Jatilawang, Banyumas, Sumitro mengatakan tahun ini adalah tahun Jadilah. Pada tahun Jadilah, awal tahun atau 1 Sura jatuh pada Kamis pasaran Manis.
Dengan rumus Nemro maka bulan puasa atau Ramadan akan tiba pada hari Selasa pahing. Itu dihitung dari hari keenam setelah Kamis manis, sebagai hari awal di tahun Jadilah ini.
“Sanemro, Selasa Pahing, itu mulai puasa. Puasa itu kan termasuk perhitungannya dengan rumus Nemro. Nemro-nya itu ambil dari 1 bulan Suro, Kamis, Jumat, Sabtu, Ahad, Senin, Selasa itu kan enam, ”kata Sumitro, Jumat, 3 Mei 2019.
Sumitro menerangkan, Setiap tahun perhitungan awal puasa selalu berubah tergantung pada. Penetapan waktu tersebut dihitung berdasarkan almanak (penanggalan) Jawa sesuai kalender Alif Rebo Wage (Aboge).
Almanak Aboge mendasarkan perhitungan hitungan tahun yang disetujui hanya satu windu atau persentase tahunan. Setiap tahun memiliki nama, yaitu Alif, He, Jim, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jim Akhir.
Kata dia, rumus perhitungan yang mendasarkan pada jatuhnya 1 Suro juga bisa diterapkan dalam penghitungan lebaran Idul Fitri. Rumusnya adalah Waljiro. Pada tahun ini, lebaran akan tiba pada Kamis pahing, atau diperkirakan tiba setiap hari setelah Idul Fitri ketetapan pemerintah.
Saksikan video pilihan berikut ini: