Warga Malaysia Kendalikan Peredaran 90 Kilogram Sabu ke Pulau Sumatera

Polda Riau menyita hampir 90 kilogram sabu dan ratusan ribu pil ekstasi yang dikendalikan jaringan narkoba Malaysia atau sindikat narkoba internasional.

oleh M Syukur diperbarui 19 Okt 2019, 05:00 WIB
Diterbitkan 19 Okt 2019, 05:00 WIB
Polda Riau memperlihatkan barang bukti sindikat narkoba internasional berupa sabu dan ekstasi.
Polda Riau memperlihatkan barang bukti sindikat narkoba internasional berupa sabu dan ekstasi. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Hampir 90 kilogram narkotika jenis sabu, 24.468 butir pil ekstasi dan 967 pil happy five disita Direktorat Reserse Narkoba Polda Riau dari 8 pria. Semua barang bukti diduga berasal dari sindikat narkoba internasional yang dikendalikan dari Malaysia.

Pengungkapan narkoba selama tiga hari ini dilakukan di Pekanbaru dan Bengkalis. Tidak semua tersangka berasal dari jaringan sama, tapi asal sabu dan ekstasinya berasal dari negeri jiran dengan tujuan edar beberapa daerah di Pulau Sumatra.

Menurut Direktur Reserse Narkoba Polda Riau Komisaris Besar Suhirman, penyidik sudah mengantongi identitas pengendali tersebut. Dia berkewarganegaraan Malaysia dan sudah diketahui lokasi pengendalian bisnis haramnya.

"Nanti kami minta bantuan markas besar (Mabes Polri) untuk mengungkap jaringan ini, mudah-mudahan bisa ditangkap," kata Suhirman di Mapolda Riau, Kamis, 17 Oktober 2019.

Suhirman menjelaskan, empat tersangka ditangkap Polda Riau pada tanggal 11 dan 12 Oktober 2019. Sementara tersangka lainnya ditangkap Polsek Sukajadi, Kota Pekanbaru, serta Kabupaten Bengkalis.

Menurut Suhirman, masih ada satu tersangka tak dihadirkan ke publik untuk menjaga kerahasiaan penyelidikan yang dilakukan Polda Riau. Tersangka ini diduga mengetahui seluk-beluk jaringan internasional dan peredaran narkoba di Riau.

"Kalau seandainya semua barang bukti ini lolos, maka akan diedarkan di Pekanbaru. Sisanya dibawa ke Palembang, Medan dan Sumatra Barat," kata Suhirman.

Adapun empat tersangka yang ditangkap Polda Riau dan dihadirkan ke publik berinisial AG dengan barang bukti 22 kilogram lebih sabu. Sementara tiga lainnya berinisial AM, SP, dan RY dengan barang bukti 40 kilogram sabu.

"Tiga di antaranya merupakan residivis, ada yang terlibat narkoba dan tindak pidana lainnya," sebut Suhirman.

Suhirman menjelaskan, para tersangka punya peran berbeda. Ada sebagai penjemput sabu dari pelabuhan, ada sebagai kurir untuk dibawa ke Pekanbaru dan ada juga sebagai penentu barang haram itu dijual nantinya.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 114 ayat 2 juncto Pasal 112 ayat 2 juncto Pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

"Ancaman hukumannya bervariasi, mulai dari hukuman mati, penjara paling lama 20 tahun penjara dan paling singkat 5 tahun," kata Suhirman.

Zona Merah Peredaran Narkoba

Barang bukti ekstasi yang disita Polda Riau dari sindikat narkoba internasional dari Malaysia.
Barang bukti ekstasi yang disita Polda Riau dari sindikat narkoba internasional dari Malaysia. (Liputan6.com/M Syukur)

Sementara itu, Kapolda Riau Irjen Agung Setya Imam Effendi menyebut pihaknya selalu menangkap bandar sabu dan dihadirkan ke publik. Namun, peristiwa ini selalu berulang karena kelengahan sehingga peredaran terulang lagi.

Menurut Agung, kelengahan ini bisa saja ketidakpedulian warga terhadap apa yang terjadi di sekitarnya. Masyarakat enggan melapor adanya peredaran sehingga bandar masuk ke setiap sendi kehidupan.

Dia mencontohkan, narkoba tidak hanya lagi dipakai warga perkotaan tapi juga pedesaan hingga pekerja kebun. Seperti adanya beberapa pekerja sawit yang selalu membeli paket hemat narkoba Rp200 ribu untuk dikonsumsi per hari.

"Sementara gaji kadang antara Rp3 juta hingga Rp4 juta. Kenapa ini terjadi, karena mengikuti gaya hidup, lifestyle yang tidak benar," sebut Agung.

Pekerja kebun sawit memakai narkoba jenis sabu ini, sejatinya diketahui mandor dan atasan lainnya di kebun. Namun, karena keengganan melapor ke polisi dan membiarkan hukum ekonomi berlaku.

"Ada kebutuhan ada suplai, kalau ini bisa diputus tentu tidak terjadi. Hal sekecil apa pun, laporkan ke polisi, kita bisa hidup tanpa narkoba," ungkap Agung.

Sementara Kepala BNN Riau Brigjen Untung Subagyo menyebut peredaran narkoba di Riau sudah masuk zona merah. Angka pengguna narkoba di Bumi Lancang Kuning berada di atas 100 ribu jiwa dengan peringkat ketujuh tertinggi di Indonesia.

Di Pekanbaru sendiri, ada daerah bernama Kampung Dalam. Hal ini sama dengan Kampung Ambon sebagai pusat peredaran narkoba tapi sulit diberantas kalau mengandalkan penindakan hukum represif.

Dia menyebut perlu ada pemberdayaan masyarakat agar tidak tergantung dengan bisnis narkoba. Salah satunya melatih keterampilan, khususnya ibu rumah tangga yang suaminya tertangkap karena narkoba.

"Sudah saya bicarakan dengan Gubernur Riau dan ada dua BUMN yang bersedia membantu, mudah-mudahan cara ini bisa mengurangi peredaran narkoba di Kampung Dalam," terang Untung.

Untung menganalogikan, memberantas narkoba di Riau ibarat berburu binatang di hutan luas. Di sisi lain, petugas hanya dibekali dengan senjata revolver berisi enam peluru.

"Begitulah sulitnya, tapi petugas tetap berusaha agar Riau ini bebas dari narkoba," katanya.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya