Tak Ada Listrik dan Internet, Siswa SD di Sikka NTT Terjang Gelombang Demi Ikut Simulasi ANBK

Puluhan siswa dan guru SDN Sukun di Sikka NTT harus menerjang gelombang berjam-jam demi bisa ikut simulasi Asessmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK).

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 07 Nov 2021, 01:00 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2021, 01:00 WIB
Puluhan siswa bersama guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sukun, berada di dalam kapal motor menuju kota Maumere untuk mengikuti simulasi ANKB. (Liputan6.com/Dionisius Wilibardus)
Puluhan siswa bersama guru Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sukun, berada di dalam kapal motor menuju kota Maumere untuk mengikuti simulasi ANKB. (Liputan6.com/Dionisius Wilibardus)

Liputan6.com, Sikka - Puluhan siswa dan guru pembimbing Sekolah Dasar Negeri (SDN) Sukun, di Desa Semparong, Kecamatan Alok, Sikka, NTT, harus bersusah payah menempuh perjalanan berjam-jam demi mengikuti simulasi Asessmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) di sekolah lain di Kota Maumere. Hal itu terpaksa dilakukan lantaran di lokasi SDN Sukun tidak ada listrik, komputer, apalagi jaringan internet.   

Guru SDN Sukun Nur Kumala Sari kepada Liputan6.com di SMK Negeri 1 Maumere, Kamis (4/11/2021) mengatakan, hari ini sebanyak 30 siswa kelas V SDN Sukun mengikuti simulasi ANBK dengan menggunakan fasilitas laptop dan jaringan internet sewaan di SMK Negeri 1 Maumere.

“Kami terpaksa membawa puluhan siswa ke di SMK Negeri 1 Maumere,"  ungkapnya.

Nur Kumala mengatakan, untuk menuju Kota Maumere, puluhan siwa bersama guru-guru pembimbing menggunakan kapal motor sewaan dengan lama perjalanan kurang lebih 5 jam.

“Dalam perjalanan sedikit menegangkan, karena ada gelombang. Apalagi yang kami bawa ini anak-anak yang usianya rata-rata 10 sampai 11 tahun. Ini yang membuat kami guru pendamping takut, tapi mau tidak mau, kami harus lakukan. Meskipun dalam kondisi keterbatasan,” sebutnya.

Ia mengatakan, pelaksanaan simulasi ANBK yang akan berlangsung selama 2 hari yaitu hari Kamis dan Jumat (4-5/11/2021).

“Puluhan siswa dan guru pendamping sudah berangkat dari Desa Semparong ke Kota Maumere dengan perahu motor sewaan dari pihak sekolah. Di kota Maumere, puluhan siswa dan guru pendamping menginap dirumah keluarga. Sebab di kota Maumere puluhan siswa dan pendamping tidak memiliki rumah pribadi,” ungkapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan sebagai guru mereka pun merasa cemas, apalagi membawa siswa yang rata-rata masih berusia 11 tahun. Namun demi pendidikan anak, mereka rela menanggung risiko, walaupun harus menyeberang menggunakan kapal motor dan menginap selama dua hari di rumah keluarga. Sebab hal ini sudah disepakati oleh guru dan orang tua murid melalui pertemuan sekolah.

“Saat ini siswa yang mengikuti Simulasi ANBK ini adalah siswa kelas V sejumlah 27 siswa dari yang dijadwalkan 30 siswa dan cadangan 5 orang, namun karena kondisinya kurang sehat sehingga yang hadir mengikuti ujian 27 orang,” ujarnya.

Nur mengatakan sampai saat ini di pulau sukun tidak memiliki jaringan internet dan listrik, untuk mendapatkan sinyal jaringan internet warga pulau sukun harus menuju ke gunung untuk mencari sinyal, kadang sampai di gunung pun tidak mendapatkan sinyal sama sekali.

“Jarak dari kampung ke gunung cukup jauh, dan sampai digunung warga harus mencari lagi sinyal, kadang sampai pulang tidak mendapatkan sinyal untuk telpon, sehingga anak-anak tidak bisa dibawah ke gunung untuk mendapatkan sinyal untuk bisa mengikuti ujian ANBK. Apalagi di SDN Sukun tidak memiliki peralatan komputer yang lengkap,” bebernya.

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Harapan Siswa dan Guru

Beberapa siswa SDN Sukun yang masi menyelesaikan simulasi ANBK di SMK Negeri 1 Maumere dan didampingi guru pembimbing. (Liputan6.com/Dionisius Wilibardus)
Beberapa siswa SDN Sukun yang masi menyelesaikan simulasi ANBK di SMK Negeri 1 Maumere dan didampingi guru pembimbing. (Liputan6.com/Dionisius Wilibardus)

Nur, sebagai tenaga pendidik hanya mengharapakan, pemerintah mau membangun jaringan internet dan listrik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan pendidikan.

Sementara Marsa bersama teman-temannya mengaku sangat senang bisa mengikuti simulasi ANBK, walaupun harus menempu perjalanan yang penu dengan resiko.

“Kami merasa takut, tetapi kondisi di kami di kepulauan tidak memiliki jaringan internet dan listrik, apalagi di sekolah kami juga tidak memiliki peralatan seperti komputer. Sehingga dirinya dan teman-temannya baru pertama kali mengerjakan soal ujian dengan laptop sehingga mengalami kesulitan untuk mengenali tombol-tombol di laptop,” katanya.

Namun demikian, ia mengaku tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal ujian dalam simulasi ANBK tersebut.

Ia mengharapkan kepada Pemerintah Pusat terutama Kementerian Kominfo, Kementerian Pendikikan dan PLN untuk bisa membantu membangunkan jaringan internet, komputer dan listrik, sehingga dirinya bersama teman-temannya tidak lagi menyeberang laut untuk mengikuti simulasi ANBK.

“Sebap kondisi ini sangat beresiko buat kami siswa yang masih menempu pendidikan dasar, kalau fasilitas disekolah kami sudah lengkap kami akan mengikuti simulasi ANBK di sekolah kami saja,” sebutnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya