Marandang, Tradisi Masyarakat Minangkabau Jelang Ramadhan yang Tak Lekang Dimakan Zaman

Marandang dan Minangkabau adalah dua hal yang tak terpisahkan.

oleh Novia Harlina diperbarui 31 Mar 2022, 11:00 WIB
Diterbitkan 31 Mar 2022, 11:00 WIB
rendang
Ilustrasi/copyrightshutterstock/ismed_photography_SS

Liputan6.com, Padang - "Alah masak Randang?" (Apakah randang sudah masak?)" kata-kata itu kerap terdengar di kalangan masyarakat Ranah Minang menjelang Ramadhan tiba.

Marandang dan Minangkabau adalah dua hal yang tak terpisahkan. Di mana ada hari besar, maka di sana akan ada randang sebagai sajian utama.

Ketika menyambut Ramadhan, satu atau dua hari sebelum puasa aroma wangi randang biasanya sudah tercium dari dapur masyarakat. Aromanya yang khas sangat menggugah selera, apalagi banyak yang memasak di luar rumah dengan tungku.

Sama seperti dua tahun sebelumnya, meski pandemi Covid-19 belum berakhir, tetapi Ramadhan 2022 tetap disambut dengan suka cita oleh masyarakat.

Walaupun harga daging naik, tetapi mereka tetap berupaya membeli daging untuk marandang. Jika tak bisa dengan daging sapi, masyarakat Minang juga kerap membuat randang dengan bahan daging ayam.

Aromanya tetap sama, karena bumbu yang digunakan untuk marandang rata-rata sama entah itu dengan daging sapi atau daging ayam.

Makanan yang dinobatkan sebagai kuliner terlezat di dunia ini, dimasak dengan api kecil sekitar 5 jam dan harus terus diaduk.

Salah seorang warga Kabupaten Limapuh Kota, Sumatera Barat Sofita (51) kepada Liputan6.com, Jumat (31/3/2022) mengatakan ia akan memasak randang H-1 puasa.

"Memasak randang untuk sahur dan berbuka, ini sudah menjadi kebiasaan warga Ranah Minang," jelasnya.

Tak hanya daging sapi, warga juga kerap membuat randang ayam sebagai pilihan lain. Apalagi harga daging sapi yang naik menjelang Ramadhan.

"Di pasar harga daging sapi Rp130 ribu hingga Rp140 ribu, biasanya Rp110 ribu sampai Rp120 ribu per kilogram," ujarnya.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya