Saatnya Wujudkan Cagar Biosfer Bantimurung Bulusaraung

Penyusunan dan penyempurnaan draf dokumen nominasi telah dilakukan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

oleh Liputan6dotcom diperbarui 30 Agu 2022, 00:44 WIB
Diterbitkan 30 Agu 2022, 00:24 WIB
Lansekap Bantimurung Bulusaraung (Foto: TN Babul & FFI)
Penyusunan dan penyempurnaan draf dokumen nominasi telah dilakukan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Liputan6.com, Jakarta Setelah terjeda pandemi, kini saatnya melanjutkan upaya mendorong Cagar Biosfer Bantimurung Bulusaraung. Penyusunan dan penyempurnaan draf dokumen nominasi telah dilakukan pada 22-25 Agustus 2022 lalu di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Menurut Kepala Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Yusak Mangetan, pengusulan cagar biosfer sebenarnya sudah dimulai sejak 2018. Karena pandemi Covid-19, prosesnya mengalami jeda hampir dua tahun.

Penyusunan nominasi dilanjutkan kembali pada tahun 2022 ini karena adanya dukungan dan peran para pihak yang ingin bersama-sama memiliki satu tujuan dalam mempromosikan kelestarian keanekaragaman hayati dan pembangunan ekonomi keberlanjutan di kawasan ini.

“Kami sudah banyak mendapat rekomendasi dan dukungan dari para pihak, di antaranya dari Gubernur Sulawesi Selatan, Bupati Pangkep, Bupati Bone, Bupati Maros, Rektor Universitas Hasanuddin, Bappeda, kepala desa, dan para pihak lainnya,” kata Yusak.

Dia berharap semoga pengajuan ini akan berjalan sesuai yang diharapkan dan bisa berdampak positif karena sangat penting untuk meningkatkan kerjasama pengelolaan kawasan secara berkelanjutan antara para pihak di kawasan ini.

Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sulawesi Selatan, Jusman, mengatakan bahwa pengajuan kawasan ini sebagai kawasan biosfer akan memperkuat pengelolaan kawasan ini yang di dalamnya terdapat kawasan konservasi, kawasan Geopark, dan Kawasan Ekosistem Esensial (sedang diajukan).

Keberadaan beberapa status di kawasan ini tidak akan menjadikan tumpang tindih dalam pengelolaannya, tetapi justru dengan penerapan konsep cagar biosfer ini akan memperkuat kawasan ini sebagai kawasan pembangunan berkelanjutan.

“Kita sama-sama memiliki visi dalam melindungi keanekaragaman hayati untuk kesejahteraan masyarakat karena memiliki nilai penting secara ekologis yang menunjang kehidupan semuanya. Adanya pengajuan cagar biosfer semakin memperkaya dalam perlindungan kehati,” jelas Jusman.

Jusman menambahkan bahwa kawasan yang di dalamnya terdapat perlindungan untuk keanekaragaman hayati dan manusia menjadikan kawasan itu lebih baik dalam melindungi air, perlindungan kawasan karst, hingga kegiatan dalam meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat. Itu melalui pemanfaatan jasa ekosistem seperti kegiatan ekowisata dan pemanfaatan branding status dunia untuk produk-produk cagar biosfer.

Cagar Biosfer merupakan konsep pengelolaan kawasan untuk tujuan mengharmoniskan kegiatan konservasi keanekaragaman hayati dan budaya dengan kegiatan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang didukung oleh ilmu pengetahuan, teknologi dan inovasi.

 

Cagar Biosfer

Lansekap Bantimurung Bulusaraung (Foto: TN Babul & FFI)
Penyusunan dan penyempurnaan draf dokumen nominasi telah dilakukan di Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung.

Konsep cagar biosfer dicetuskan oleh Program MAB UNESCO bertujuan untuk mempromosikan keseimbangan antara manusia dengan alam. Penerapan konsep cagar biosfer adalah untuk menyelaraskan konservasi keanekaragaman hayati dalam pembangunan berkelanjutan guna mewujudkan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam.

Seiring dengan perkembangannya konsep ini telah diadopsi oleh berbagai negara untuk mengelola kawasan konservasi dan kawasan di sekitarnya. Kawasan yang telah ditetapkan pengelolaannnya dengan konsep cagar biosfer, maka kawasan tersebut sebagai kawasan cagar biosfer dan menjadi bagian dari jaringan kerja cagar biosfer dunia (World Network of Biosphere Reserve, WNBR).

Konsep ini telah diadopsi oleh 134 negara dengan jumlah cagar biosfer sebanyak 738. Saat ini Indonesia telah memiliki 19 cagar biosfer yang telah ditetapkan oleh UNESCO.

Luas dari 19 cagar biosfer di Indonesia sekitar 29.9 juta hektare meliputi area inti seluas 5,36 hektare; zona penyangga 7,6 juta hektare; dan area transisi seluas 16,87 juta hektare.

Cagar biosfer Indonesia yang berjumlah 19 tersebut: Cagar Biosfer Cibodas, Cagar Biosfer Komodo, Cagar Biosfer Tanjung Puting, Cagar Biosfer Lore Lindu, Cagar Biosfer Pulau Siberut, Cagar Biosfer Gunung Leuser, Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Cagar Biosfer Wakatobi, Cagar Biosfer Bromo-Semeru-Tengger-Arjuno, Cagar Biosfer Takabonerate-Kepulauan Selayar.

Cagar Biosfer Blambangan, Berbak Berbak Sembilang, Cagar Biosfer Betung Kerihun Danau Sentarum-Kapuas Hulu, Cagar Biosfer Rinjani-Lombok, Cagar Biosfer Togean Tojo Una-Una, Cagar Biosfer Saleh Moyo Tambora, Cagar Biosfer Bunaken Tangkoko Minahasa, Cagar Biosfer Karimunjawa Jepara Muria, dan Cagar Biosfer Merapi Merbabu Menoreh.

Menurut Ketua Komite Nasional MAB-UNESCO Indonesia dan BRIN, Y. Purwanto, bahwa penetapan suatu kawasan sebagai cagar biosfer di suatu wilayah bertujuan untuk wahana pembangunan berkelanjutan yang menyeimbangkan kepentingan konservasi keanekaragaman hayati dan budaya, pembangunan ekonomi berkelanjutan, dan dukungan logistik meliputi penelitian, pendidikan, peningkatan kapasitas manusia, monitoring dan evaluasi serta dukungan logistik lainnya.

“Penetapan kawasan cagar biosfer oleh UNESCO merupakan suatu pengakuan sekaligus penghargaan dan kepercayaan dunia atas keunggulan yang dimiliki oleh suatu kawasan yaitu keunggulan kekayaan keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta budaya di kawasan tersebut,” jelas Purwanto.

Purwanto menjelaskan bahwa pengakuan dunia merupakan status prestisius di tingkat dunia dan harus dimanfaatkan karena memiliki nilai dan peluang untuk dikembangkan. Peluang tersebut meliputi kesempatan untuk meningkatkan upaya kelestarian keanekaragaman hayati dan budaya, peluang untuk menjalin networking ditingkat lokal, nasional, regional dan global.

Selain itu peluang pengembangan IPTEK dan inovasi, peluang untuk meningkatkan kemapuan melalui pertukaran pengalaman dan pengetahuan, peluang pengembangan ekonomi berkelanjutan, dan peluang untuk pengembangan produk cagar biosfer secara berkelanjutan melalui branding produk cagar biosfer. Pengembangan produk cagar biosfer tersebut dapat memberikan nilai dan ujungnya adalah untuk meningkatkan pendapatan.

Purwanto menambahkan bahwa saat ini konsep cagar biosfer merupakan konsep terbaik untuk pengelolaan kawasan berkelanjutan, karena konsep ini menggabungkan sekaligus kepentingan konservasi keanekaragaman hayati dan pembangunan ekonomi berkelanjutan yang didukung oleh IPTEK dan inovasi.

Keunggulan dari penerapan konsep cagar biosfer antara lain tidak mengubah status kepemilikan; tidak mengubah fungsi kawasan dan kewenangan para pihak. Sebagai wahana pembangunan berkelanjutan; pengelolaan kawasan berbasis IPTEK dan inovasi, pendekatan ekosistem bentang alam yaitu menerapkan sistem zonasi cagar biosfer meliputi area inti (kawasan konservasi), zona penyangga (zona penyangga kehidupan) dan area transisi (area untuk pengembangan berkelanjutan).

Keunggulan lain sebagai ajang koordinasi dan partnership para pihak, menghilangkan sekat-sekat egosime kelembagaan dan pandangan egosentris, sebagai salah satu solusi memecahkan masalah pengelolaan Kawasan.

“Cagar biosfer sebagai lokasi pengembangan IPTEK dan inovasi (laboratorium alam) dan lokasi pengembangan sumber daya manusia, wahana pergaulan dunia, hingga sebagai branding baik di tingkat nasional dan global,” jelas Purwanto.

Penyusunan ini berkolaborasi bersama multipihak yaitu Komite Nasional Man and the Biosphere (MAB)-UNESCO Indonesia; Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN); segenap instansi setempat, dan Fauna & Flora International’s Indonesia Programme (FFI’s IP).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya