Ini Cerita Romi Warong Ikut Lomba Perahu Layar Tradisional di Manado

Minggu, 24 September 2023, langit Kota Manado bak warna lautan di pagi hari. Ada 140 nelayan lokal tampil sigap dengan 70 perahu layar mereka, termasuk Romi.

oleh Yoseph Ikanubun diperbarui 27 Sep 2023, 19:00 WIB
Diterbitkan 27 Sep 2023, 19:00 WIB
Lomba perahu layar tradisional yang digelar oleh Kemendikbudristek di Manado, Minggu (24/9/2023).
Lomba perahu layar tradisional yang digelar oleh Kemendikbudristek di Manado, Minggu (24/9/2023).

Liputan6.com, Manado - Mengarungi lautan di tengah beragam kondisi cuaca bukanlah hal baru bagi Romi Warong. Pria berusia setengah abad ini terbilang puas dengan dahsyatnya gemuruh badai di lautan lepas. Bekerja sebagai nelayan di perairan Sulut, warga Kota Manado ini setiap harinya bergulat dengan perahu mesin ketinting. Menjala rezeki, sekaligus menantang bahaya.

Satu saat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) memperkenalkan penggunaan layar pada perahu. Historis sejarah nenek moyang Indonesia mencatat teknologi zaman bahula ini kepada generasi-generasi. Melalui ingatan yang disampaikan ke anak cucu, artefak, relief, bahkan peninggalan sejarah lainnya.

Romi bersama rekan-rekannya diajak diskusi oleh perwakilan Kemendikbudristek perihal budaya yang mengusung tema "Temu Nelayan Perkapalan Tradisional untuk Kehidupan Laut yang Berkelanjutan" di Pesisir Karangria Grand Luley Manado, beberapa waktu lalu.

Raut wajah Romi terpancar keingintahuan dan rasa penasaran. Bukan tentang bagaimana bahan dasar yang dipakai sebagai layar, melainkan soal teknologi ini yang ditemukan para leluhur negeri lautan ini.

Pertemuan itu menghasilkan satu konsep acara. Dibalut dengan lomba ajang kecepatan dan ketangkasan penggunaan perahu layar, yang kemudian nantinya dapat dikembangkan dan dipakai oleh para nelayan sebagai alternatif penggunaan bahan bakar ketinting.

Minggu, 24 September 2023, langit Kota Manado bak warna lautan di pagi hari. Ada 140 nelayan lokal tampil sigap dengan 70 perahu layar mereka, termasuk Romi.

Event hasil kolaborasi Kemendikbudristek bersama TNI Angkatan Laut itu dipadati ratusan masyarakat. Anak-anak, orang tua bahkan lansia berkerumun di bibir Pantai Karangria menyaksikan betapa hebatnya alat transportasi tradisional masa silam ini.

Sekira pukul 09.00 Wita, perahu layar jenis kayu maupun fiber/tripleks yang terdiri dari kelompok-kelompok nelayan lokal berjejeran. Rute lomba dimulai dari Pantai Karangria, menuju Bunaken, lalu kembali ke Pantai Karangria sebagai garis finish.

Tak butuh waktu lama bagi Romi, selang tiga jam perahu fiber/triplek kategori kelas lima meter miliknya dengan nomor peserta 5508 menyentuh garis finish yang telah ditentukan panitia.

"Sangat baik bagi kami nelayan-nelayan, karena di sisi lain ada keuntungan bagi kita, biar nelayan pemerintah ada kepedulian," ungkap Romi.

Dia mengatakan, penggunaan layar pada perahu sangat membantu di segi lingkungan maupun biaya melaut yang semakin besar. Usai lomba nanti, dia memastikan akan menggunakan layar di perahu untuk melaut sebagai upaya menghemat modal dan keramahan lingkungan yang diakibatkan penggunaan bahan bakar.

"Lebih bagus karena kalo ada gangguan mesin perahu, ada layar yang bisa bantu, jadi kalau kita melaut mesti bawa layar,” tuturnya.

Selain Romi, ada pula para juara peraih kategori perahu kayu maupun fiber/triplek. Di Kelas lima meter kayu nomor perahu 506 (juara I), nomor 504 (juara II), nomor 502 (juara III), nomor 505 (harapan I), nomor 501 (harapan II), nomor 503 (harapan III).

Kelas enam meter Kayu nomor perahu 611 (juara I), nomor 605 (juara II), nomor 613 (juara III), nomor 602 (harapan I), nomor 607 (harapan II), 608 (harapan III). 

Kelas lima meter perahu fiber/triplek nomor perahu 5508 (juara I), nomor 5502 (juara II), nomor 5504 (juara III), nomor 5503 (harapan I), nomor 5507 (harapan II), nomor 5512 (harapan III).

Kelas enam meter perahu fiber/triplek nomor perahu 6601 (juara I), nomor 6616 (juara II), nomor 6614 (juara III), nomor 6622 (harapan I), nomor 6604 (harapan II), nomor 6615 (harapan III).

Kelas tujuh meter perahu fiber/triplek nomor perahu 7701 (juara I), nomor 7712 (juara II), nomor 7714 (juara III), nomor 7702 (harapan I), nomor 7708 (harapan II), nomor 7703 (harapan III).

 Untuk juara satu memperoleh hadiah uang tunai sebesar Rp10 juta, juara dua Rp8 juta, juara tiga Rp6 juta, harapan satu Rp5 juta, harapan dua Rp4 juta, harapan tiga Rp3 juta.

Kemudian 12 anak yang ikut bersama orang tua mereka bertanding diberikan dana apresiasi sebesar Rp1 juta oleh panitia.

"Secara historis wilayah yang sekarang disebut sebagai Sulawesi Utara merupakan bagian dari Jalur Rempah pada masa lalu, tentu saja alat transportasi tradisional masyarakat Sulawesi masa silam adalah perahu layar,” ungkap Kepala Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulut Sri Sugiharta

Dia mengatakan, Lomba Perahu Layar ini salah satunya dapat digunakan sebagai sarana untuk membangkitkan kesadaran sejarah masyarakat sekarang dengan kejayaan nenek moyang.

Walaupun komoditas utama nelayan sekarang bukan rempah-rempah tapi dengan kegiatan lomba ini diharapkan nelayan dapat melestarikan pengetahuan dan teknologi perahu layar tradisional ini.

“Salah satu caranya dengan bersedia mewariskan pengetahuan dan teknologi perahu layar tradisional ini ke anak cucu dan generasi muda lainnya," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya