Tanam Sasi, Upacara Kematian Suku Marind Papua

Setidaknya, ada empat makna sasi yang dipegang teguh suku tersebut.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 23 Feb 2024, 01:00 WIB
Diterbitkan 23 Feb 2024, 01:00 WIB
Ilustrasi Kematian.
Ilustrasi Kematian. (Photo copyright by Freepik)

Liputan6.com, Papua - Tanam sasi merupakan upacara adat kematian yang berkembang di Kabupaten Merauke. Upacara ini banyak dilakukan oleh masyarakat Suku Marind atau Marind-Anim yang mendiami wilayah dataran luas Papua Barat.

Mengutip dari budaya-indonesia.org, sasi mempunyai arti sejenis kayu yang menjadi media utama dari rangkaian upacara adat kematian ini. Sasi ditanam selama empat puluh hari setelah kematian seseorang.

Selanjutnya, sasi akan dicabut kembali setelah 1.000 hari ditanam. Bukan sembarang kayu, kayu atau sasi yang digunakan memiliki makna bagi masyarakat suku Marind.

Setidaknya, ada empat makna sasi yang dipegang teguh suku tersebut. Pertama, ukiran kayu khas Papua pada sasi melambangkan kehadiran roh nenek moyang.

Makna kedua adalah sebagai tanda keadaan hati bagi masyarakat Papua yang menyatakan rasa sedih dan bahagia. Makna ketiga adalah sebagai simbol kepercayaan dari masyarakat kepada motif manusia, hewan, tumbuhan, dan motif lainnya. Adapun makna terakhir adalah sebagai lambang keindahan yang merupakan perwujudan dari hasil sebuah karya seni.

Selain soal makna kayu, upacara tanam sasi juga menggambarkan rasa sedih bagi keluarga yang sedang berduka. Bagi keluarga Suku Marind, upacara adat ini menjadi pemberitahuan bagi masyarakat bahwa ada yang meninggal di desa tersebut.

Selama prosesi tanam sasi, masyarakat menampilkan tarian tradisional berupa tari gatsi. Selain dipentaskan saat tanam sasi, tarian khas Suku Marind ini juga dipentaskan di festival Telinga Tusuk.

Dalam pertunjukannya, para pemusik memainkan alat musik tradisional asal Papua, Tifa. Alat musik ini berbentuk seperti gendang kecil atau mirip dogdog.

Menariknya, alat musik ini terbuat dari kayu susu, yakni kayu keras lokal yang hanya dapat ditemukan di hutan Papua Barat. Sementara itu, gendang tifa terbuat dari kulit rusa atau kulit biawak yang telah diolah hingga dapat menghasilkan suara musik yang indah.

Hingga kini, upacara tanam sasi masih dilakukan oleh masyarakat Suku Marind. Selain sebagai kebiasaan yang terus dilestarikan secara turun-temurun, upacara tersebut juga menjadi keunikan tersendiri yang tak bisa ditemukan di wilayah lain.

 

Penulis: Resla

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya