Lahan 200 Hektare di Bandung Utara dalam 10 Tahun Beralih Fungsi, Walhi Jabar: Stop Izin Usaha Baru!

Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pun jadi pihak yang ditunjuk hidung untuk bertanggung jawab atas kerusakan tatanan ekologis itu.

oleh Dikdik Ripaldi diperbarui 19 Apr 2024, 18:00 WIB
Diterbitkan 19 Apr 2024, 18:00 WIB
Pembangunan sarana komersil di daerah Punclut Kawasan Bandung Utara. (Foto: Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Meiki W Paendong untuk Arie Nugraha)
Pembangunan sarana komersil di daerah Punclut Kawasan Bandung Utara. (Foto: Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat Meiki W Paendong untuk Arie Nugraha)

Liputan6.com, Bandung - Wahana Lingkungan Hidup Jawa Barat (Walhi Jabar) mendesak agar pemberian izin usaha serta pembangunan baru di Kawasan Bandung Utara (KBU) segera dihentikan. Sikap ini ditegaskan mengingat terjadinya degradasi atau alih fungsi lahan yang masif di kawasan tersebut.

Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota pun jadi pihak yang ditunjuk hidung untuk bertanggung jawab atas kerusakan tatanan ekologis itu. Pemerintah selama ini dipandang cenderung abai pada kelestarian lingkungan, lebih mementingkan keuntungan bisnis.

Direktur Eksekutif Walhi Jabar, Wahyudin Iwang menyampaikan, dalam 10 tahun terakhir degradasi atau alih fungsi lahan di KBU diperkirakan telah mencapai 200 hektare, atau pertahunnya terhitung seluas 10-20 hektare. "Data tersebut kami rujuk dari dokumen amdal saat sidang komisi amdal yang selama ini Walhi hadiri," kata Iwang saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 17 April 2024.

"Dalam kurun empat bulan ke belakang saja kami menerima dokumen amdal baru sebanyak 5 pemohon. Di antaranya usaha wisata dan bisnis properti yang kisaran luasnya tidak jauh masing-masing dari 20 hektare," imbuhnya.

Iwang menyampaikan, izin pembangunan di KBU di antaranya didominasi pembangunan hotel, perumahan, apartemen dan villa. Di samping itu ada bisnis lain yang turut menyebabkan perubahan bentang alam yakni menjamurnya izin-izin wisata alam, kafe, usaha kuliner, outbound, off road dan privatisasi air.

Kegiatan yang diberi izin tersebut, kata Iwang, dikeluarkan dengan seporadis oleh pemeritah Kabupaten/kota dan provinsi. Situasinya tidak hanya menyebabkan perubahan fungsi kawasan semata, kegiatan tersebut menuia masalah baru yang sangat serius, diperburuk oleh lemahnya pengawasan dan kebijakan.

"Misalnya, kegiatan wisata alam dan kuliner sering kali terdapat ketidakseriusan manajemen pengelolaan usahanya, menimbulkan banyak sampah yang tidak dikelola dengan baik sehingga tidak sedikit menyebabkan pencemaran, lebih buruknya di buang ke anak sungai yang berada di kawasan tersebut," katanya.

Ancaman Kerusakan Lingkungan

Dalam siaran pers yang disampaikan Iwang, Walhi Jabar menilai bahwa Perpu Cipta Kerja jadi salah satu produk kebijakan yang bisa menghilangkan nilai serta prinsip ekosilogi di Kawasan KBU. "Sehingga bagi kami Perda KBU dalam situasi saat ini masih sangat penting untuk diberlakukan, malah lebih akan baik jika Perda tersebut diperkuat dengan peraturan teknis untuk melakukan kegiatan pembangunan di KBU," tambah Iwang.

Padahal KBU memiliki fungsi penting bagi hidup hajat orang banyak. Selain itu, kawasan tersebut juga berada pada zona Sesar Lembang, jika situasinya terus mengalami pembangunan yang tidak diatur serta dibatasi, maka tidak menutup kemungkinan hal tersebut akan memicu gerakan tanah. "Pemerintah seperti lupa bahwa Jawa Barat masuk pada kategori daerah rawan bencana. Jika situasi tersebut terus terjadi tercemin dengan jelas bahwa bencana disebabkan salah satunya oleh tangan-tangan yang memiliki kebijakan," katanya.

Kerusakan ekologis di KBU juga dipandang turut memperbesar peluang terjadinya bencana hidrometeorologis. Setiap memasuki musim hujan bencana longsor serta banjir bandang kerap terjadi baik di Kota Bandung, Kota Cimahi , Kabupaten Bandung dan Bandung Barat.

"Harusnya dari kondisi ini dapat menjadi teguran bagi semua pihak, memunculkan kepedulian dari masyarakat luas terkhusus masyarakat yang berada di Bandung Raya, dan harusnya menjadi pemicu untuk pemerintah agar dapat menata, lebih jauhnya memulihkan kerusakan ini bukan malah melegalkan untuk terus mengeluarkan izin-izin baru," tegas Iwang.

Secara global, kerusakan ekologis di KBU dinilai akan turut memperburuk masalah perubahan iklim. "Pemerintah terkesan hanya mengedapankan nilai tambah pendapatan dari sektor bisnis properti, jasa wisata serta jasa lingkungan yang terdapat di KBU," katanya.

 Sikap Walhi

Walhi sebagai anggota Komisi Penilai Amdal (KPA) menyampaikan secara tegas :

1. Walhi tidak akan lagi memberikan penilaian document Amdal, RPL-RKL kepada setiap pemrakarsa yang mengajukan permohonan perizinan kepada pemerintah untuk melakukan kegiatan usaha di KBU

2. Walhi tidak akan memberikan rekomendasi apapun serta izin apapun kepada pemerintah untuk kegiatan pembangunan serta usaha di KBU.

3. Walhi mendesak pemerintah Kabupaten/Kota dan Provinsi agar segara melakukan penertiban bagi perusahaan yang melakukan peanggaran lingkungan di KBU.

4. Pemerintah provinsi harus bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan serta wajib melakukan pemulihan kerusakan lingkungan di KBU.

5. Stop izin-izin usaha baru di KBU dan pemerintah Kab/Kota serta provinsi agar segera lakukan evalusi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya