Jadi Saksi Korupsi Bandara Kolut, Eks Bupati Nur Rahman Akui Keluarganya Jadi Kontraktor

Kejari Kolut sebelumnya menetapkan 3 tersangka dalam kasus tersebut, termasuk mantan Kadis Perhubungan Kolaka Utara.

oleh Ahmad Akbar Fua diperbarui 31 Jul 2024, 14:32 WIB
Diterbitkan 31 Jul 2024, 09:58 WIB
Eks Bupati Kolut Nur Rahman Umar jadi Saksi Korupsi Bandara Kolut (Liputan6.com/Istimewa)
Eks Bupati Kolut Nur Rahman Umar jadi Saksi Korupsi Bandara Kolut (Liputan6.com/Istimewa)

Liputan6.com, Kendari - Mantan Bupati Kolaka Utara, Nur Rahman Umar dihadirkan sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus korupsi Bandar Udara Kabupaten Kolaka Utara Tahun Anggaran 2020-2021. Persidangan itu digelar di ruang Cakra Pengadilan Negeri Kendari pada Selasa (30/7/2024). 

Nur Rahman Umar dihadirkan sebagai saksi lantaran kasus korupsi ini terjadi kala dirinya menjabat sebagai Bupati Kolaka Utara atau dengan kata lain sebagai penyelenggara negara dan pengambil keputusan tertinggi di daerah tersebut.

Sepanjang proses persidangan yang berlangsung selama 3 jam, Hakim banyak menanyakan penggunaan anggaran penyediaan dan pematangan lahan bandara yang berada di Kecamatan Lasusua, Kabupaten Kolaka Utara, Sulawesi Tenggara itu. 

Mulai dari penggunaan APBD sebesar Rp45 miliar untuk pembebasan lahan, hingga Pemkab Kolaka Utara harus mengajukan peminjaman uang ke Bank BPD Sultra sebesar Rp100 miliar lantaran alokasi APBD yang tidak mencukupi.

"Apakah Rp45 miliar itu mencukupi?," tanya Hakim. 

"Itu tidak cukup yang mulai. Kita anggarkan seperti itu hanya untuk mancing anggaran pusat agar turun yang mulia," jawab Nur Rahman Umar.

"Bagaimana (caranya) untuk mencukupi pembukaan lahan bandara?," tanya Hakim lagi. 

"Untuk mencukupi anggaran itu kami bermohon ke Bank Sultra Rp100 miliar dan itu di cairkan," aku Nur Rahman Umar.

Selain mempertanyakan ihwal alokasi anggaran, Hakim juga mempertanyakan keberadaan Agusalim yang diketahui merupakan kontraktor pada proyek pembangunan Bandara Kolaka Utara tersebut. 

"Siapa Agusalim?," tanya Hakim. 

"Keluarga yang mulia. Keponakan," jawab Nur Rahman Umar. 

"Agusalim sebagai apa?," Hakim menimpali. 

"Agusalim sebagai kontraktor, kami menggunakan alat beratnya di pembangunan bandara yang mulia," jawab Nur Rahma Umar. 

"Apakah saudara pernah menerima barang tau uang," tanya Hakim, 

"Yang mulia saya tidak pernah menerima uang," jawabnya lagi. 

Usai persidangan, Nur Rahman Umar enggan berkomentar banyak terkait kehadirannya sebagai saksi pada sidang lanjutan kasus korupsi Bandara Kabupaten Kolaka Utara.  

“Jangan dulu wawancara, saya buru-buru, ada orang dari tadi menunggu disana, nanti saya telepon,"ucap Nurrahman di pelataran parkir PN Kendari. 

 

Rincian Korupsi Bandara Kolut

Ilustrasi Korupsi (sumber: pixabay)
Ilustrasi Korupsi (sumber: pixabay)

 

Terpisah, Humas PN Kendari, Putra, mengatakan Nur Rahman Umar dihadirkan sebagai saksi pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Kolaka Utara. Ia dihadirkan sebagai pembuktian jaksa terhadap perkara tersebut.

"Tadi jaksa menghadirkan saksi Bapak Nur Rahman Umar. Jadi sebagai saksi dari Jaksa Penuntut Umum. Kalau materi sidang tadi itu bagian dari proses persidangan. Silakan tanyakan kepada jaksa yang menghadirkan," kata Putra kepada wartawan. 

Untuk diketahui, Kejaksaan Negeri (Kejari) Kolaka Utara (Kolut), resmi menahan tiga orang tersangka terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pematangan dan penyediaan lahan bandar udara Kabupaten Kolut tahun 2020-2021 yang menelan anggaran sebesar Rp41,1 miliar pada Senin (6/5/2024). 

Ketiganya adalah Mantan Kadis Perhubungan Kolaka Utara berinisial J sebagai kuasa pengguna anggaran (KPA), kemudian SL selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan JM selaku Kontraktor Pelaksana. 

Penetapan tersangka kepada ketiganya dilakukan pada tahun 2023 setelah dilakukan audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). BPK mulanya menemukan kerugian keuangan negara sebesar Rp7,7 miliar. Namun, setelah dilakukan audit lanjutan dengan melibatkan ahli, ditemukan kerugian negara bertambah menjadi Rp9,8 miliar.

Ketiga tersangka itu disangkakan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 5 Ayat ke 1 KUHP.

Simak juga video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya