Liputan6.com, Yogyakarta - Dalam lanskap seni pertunjukan tradisional Indonesia, Lengger Banyumas berdiri sebagai saksi bisu perjalanan sejarah budaya masyarakat Banyumas. Seni pertunjukan yang memadukan tari, drama, dan musik tradisional ini kini menghadapi tantangan eksistensi di era globalisasi.
Kini, jumlah seniman yang semakin menurun dan minat generasi muda yang kian tipis. Akar sejarah Lengger mengakar dalam tradisi masyarakat pedesaan di wilayah Banyumas, Jawa Tengah.
Advertisement
Mengutip dari berbagai sumber, pertunjukan yang semula menjadi bagian integral dari upacara dan perayaan masyarakat kini berangsur tergerus oleh perubahan sosial dan hiburan modern. Calung Banyumasan, instrumen musik tradisional yang menjadi tulang punggung musik pengiring, kini jarang terdengar di panggung-panggung pertunjukan kontemporer.
Advertisement
Baca Juga
Struktur pertunjukan Lengger yang khas menampilkan seorang penari wanita sebagai tokoh utama. Mereka didampingi figur badut yang menjadi pewarna sepanjang pementasan.
Ruang terbuka seperti halaman rumah atau lapangan desa menjadi panggung utama. Pertunjukan ini menciptakan kedekatan antara seniman dan penonton yang merupakan ciri khas seni rakyat.
Interaksi langsung, termasuk tradisi saweran dan undangan dansa di akhir pertunjukan, menggambarkan ikatan sosial yang kuat dalam masyarakat Banyumas. Upaya pelestarian membutuhkan pendekatan yang melibatkan seniman, budayawan, pemerintah daerah, dan lembaga pendidikan.
Dokumentasi, pelatihan generasi muda, dan pengintegrasian Lengger dalam kurikulum kebudayaan menjadi strategi untuk mempertahankan warisan budaya ini dari ancaman kepunahan. Setiap pertunjukan Lengger yang tersisa bukan sekadar hiburan.
Penulis: Ade Yofi Faidzun