Kisah Garpu, dari Senjata Iblis hingga Jadi Alat Makan di Indonesia

Meskipun garpu pernah mengalami penolakan keras, alat makan ini akhirnya diterima seiring perkembangan zaman dan akulturasi budaya.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 11 Apr 2025, 17:00 WIB
Diterbitkan 11 Apr 2025, 17:00 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi sendok garpu plastik. (dok. unsplash/Brian Yurasits)... Selengkapnya

Liputan6.com, Yogyakarta - Garpu yang kini lazim digunakan sebagai alat makan sehari-hari ternyata memiliki kisah perjalanan panjang sebelum diterima di masyarakat Nusantara. Peralatan makan sederhana yang terdiri dari beberapa ujung runcing ini pernah ditolak dengan keras karena dianggap memiliki konotasi negatif.

Mengutip dari berbagai sumber, pada era kolonial Belanda di abad ke-17, garpu pertama kali diperkenalkan di kepulauan Nusantara oleh orang-orang Eropa. Akan tetapi, alat makan ini mendapat penolakan dari masyarakat lokal karena bentuknya yang mirip dengan trisula.

Bentuk ini merupakan senjata yang diasosiasikan dengan dewa-dewa destruktif dalam mitologi Hindu dan Buddha yang berkembang di wilayah ini. Kehadiran garpu di tanah Nusantara semakin kompleks karena penggunaannya oleh tentara kolonial.

Penggunaan garpu oleh pihak penjajah ini menimbulkan persepsi di masyarakat lokal bahwa garpu merupakan alat penyiksa. Persepsi ini berkembang menjadi ketakutan yang menyebabkan masyarakat pribumi menghindari penggunaan garpu dalam kehidupan sehari-hari.

Di beberapa daerah seperti Batak, garpu bahkan mendapat julukan yang mengerikan. Masyarakat Batak pada masa lampau menganggap garpu sebagai alat untuk mencabut nyawa.

Penolakan terhadap garpu juga diperkuat oleh tradisi makan menggunakan tangan yang sudah mengakar kuat di Nusantara. Tradisi makan dengan tangan memiliki nilai filosofis bagi berbagai kelompok masyarakat di Nusantara.

Bagi masyarakat Muslim, makan dengan tangan kanan merupakan sunah Nabi Muhammad SAW yang dianjurkan untuk diikuti. Praktik ini diyakini membawa keberkahan tersendiri dalam proses makan.

Sedangkan, dalam tradisi Hindu-Bali, makan dengan tangan dikenal dengan istilah ngurah-urah yang memiliki makna spiritual tersendiri. Filosofi Jawa juga turut memperkuat tradisi makan dengan tangan.

Masyarakat Jawa meyakini bahwa makan menggunakan tangan memberikan rasa berkah yang lebih dibandingkan dengan menggunakan alat makan seperti garpu. Keyakinan ini berkaitan dengan hubungan langsung antara manusia dengan makanannya, tanpa perantara alat makan.

Meskipun garpu pernah mengalami penolakan keras, alat makan ini akhirnya diterima seiring perkembangan zaman dan akulturasi budaya. Kini, garpu telah menjadi bagian dari peralatan makan standar di banyak rumah tangga Indonesia.

Penulis: Ade Yofi Faidzun

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya