Tari Blenggo, Tari Silat Betawi yang Penuh Makna

Perkembangan tarian ini dimulai dari Ciganjur. Tarian ini berakar dari empat keturunan terdahulu, yakni sekitar era 1800-an.

oleh Switzy Sabandar Diperbarui 27 Feb 2025, 03:00 WIB
Diterbitkan 27 Feb 2025, 03:00 WIB
Haji Entong Gendut, Pendekar Betawi dari Condet
Ilustrasi pendekar Betawi (Deisy Rika/Liputan6.com)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Tari blenggo merupakan salah satu tarian tradisional masyarakat Betawi. Tarian ini sebenarnya merupakan tarian silat yang tak hanya mengunggulkan gerak, melainkan juga makna di baliknya.

Mengutip dari senibudayabetawi.com, tari blenggo memadukan gerak lenggak-lenggok khas tarian tradisional dan gerakan silat. Perpaduan tersebut menyimpan makna filosofis mendalam, terutama terkait nilai-nilai Islam.

Perkembangan tarian ini dimulai dari Ciganjur. Tarian ini berakar dari empat keturunan terdahulu, yakni sekitar era 1800-an.

Konon, orang yang pertama kali mengajarkan tari blenggo adalah Pak Haji Kumis. Berasal dari Banten, ia datang ke Ciganjur dengan tujuan mengajar mengaji dan rebana biang.

Awalnya, ia mengajarkan rebana sebagai pengiring gerakan pencak silat. Tari blenggo kemudian menjadi tari pengiring dari rebana biang yang dimainkan seusai mengaji.

Tari blenggo memiliki keunikan berupa tak adanya pola pakem pada tarian. Gerakannya disesuaikan dengan perbendaharaan gerakan silat si penari. Pasalnya, setengah gerakan tarian ini memang diambil dari pola silat.

Dalam Ensiklopedia Seni Budaya Islam di Nusantara, pola silat yang paling banyak diambil untuk gerakan tari blenggo adalah membungkuk. Hampir tidak ada gerakan mengangkat kaki. Hal ini merupakan cerminan dari pola gerak silat koplek, yakni nama gerak silat pada padepokan Akal dan Takwa dari sanggar silat Akal dan Takwa Ciganjur (1965).

Berbeda dengan tarian tradisional Betawi lainnya, tari blenggo tak memiliki pola gerak, seperti pola lantai, gerakan pertama, gerakan inti, atau gerakan penutup. Tari blenggo memiliki pola gerakan salam yang bermakna keselamatan, kedamaian, ketentraman, dan keamanan.

Pola gerak merendah dan merunduk pada tari blenggo memiliki filosofi berupa pengingat agar tidak sombong. Manusia masih memiliki Tuhan, sehingga sebaiknya tidak menyombongkan diri.

Gerakan lain tarian ini adalah gerakan membungkuk dan merendah dengan gerakan kaki yang diangkat agak pendek. Kedua tangan digerakan secara bergantian. Sikap membungkuk dan merendah tersebut merupakan simbol kesopanan.

Selanjutnya, ada gerakan berputar dalam lingkaran sempit ke arah kiri. Gerakan ini dibarengi dengan gerak tubuh, tangan, dan kaki yang sama. Gerakan tari yang memutar ke kiri dimaknai sebagai tawaf saat naik haji mengitari kakbah.

Ada juga gerakan salam penutup. Gerakan ini sama dengan gerakan pada salam pembuka.

Hingga kini, tari blenggo masih terus dilestarikan oleh masyarakat Betawi. Beberapa sanggar masih mempertahankan tarian ini sebagai tarian tradisional.

Penulis: Resla

Video Pilihan Hari Ini

Produksi Liputan6.com

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya