Liputan6.com, Semarang - Pemerintah mulai berupaya meningkatkan ketepatan sasaran penyaluran bantuan sosial (bansos) dengan mengimplementasikan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) mulai April 2025.
Sistem ini diharapkan menjadi solusi fundamental atas permasalahan klasik penyaluran bansos yang kerap kali tidak tepat sasaran, dengan memanfaatkan data yang lebih komprehensif, terintegrasi, dan terkini.
Advertisement
Anggota Komisi VIII DPR RI Dr Abdul Fikri Faqih, menekankan urgensi koordinasi yang intensif antar berbagai pihak terkait dalam implementasi DTSEN. Ini perlu dilakukan karena bantuan sosial memiliki ragam jenis yang sangat banyak.
Advertisement
"Tidak hanya yang dikelola Kemensos, tetapi juga dari Kemendikdasmen dan kementerian lainnya. Dengan adanya data tunggal ini, yang merupakan pengembangan dari Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), yang sekarang dikelola Badan Pusat Statistik (BPS), dan dengan banyaknya pengguna, koordinasi yang solid menjadi kunci keberhasilan," kata Abdul Fikri Faqih.
Menurutnya, ide dasar DTSEN sudah tepat, sebab selama ini banyak masalah pada akurasi data. Dengan data yang lebih akurat dan mutakhir, diharapkan kecurigaan adanya politisasi bansos dapat diminimalkan secara signifikan.
"Kuncinya, data tunggal itu harus valid dan terpercaya, kesalahan sasaran akan berkurang drastis," katanya.
Mengubah Mindset dari Belas Kasihan ke Pemenuhan Hak
Data tunggal itu juga harus selalu diperbarui secara berkala. Kuncinya adalah ada mekanisme kontrol bahwa data tersebut tidak disalahgunakan, sehingga masyarakat yang benar-benar berhak dapat menerima bantuan dengan layak.
Lebih lanjut, Fikri mengingatkan bahwa bansos adalah hak konstitusional warga negara, bukan sekadar belas kasihan. Pendekatan yang dilakukan tak bisa dengan pendekatan belas kasihan, namun pemenuhan hak.
"Bantuan sosial yang disalurkan pemerintah adalah hak warga negara yang dijamin oleh undang-undang. Ini bukan soal kasihan, tetapi soal pemenuhan hak. Contohnya, fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, itu adalah hak mereka untuk dientaskan dari kemiskinan, bukan semata-mata karena belas kasihan," kata Fikri.
Penyaluran bansos idealnya dilanjutkan ke tahapan pemberdayaan penerima bansos. Fikri juga mengapresiasi frekuensi pemutakhiran data DTSEN yang lebih sering, yaitu setiap tiga bulan sekali, dibandingkan dengan DTKS yang biasanya enam bulan sekali.
"Perlu melibatkan lebih banyak pihak dan sumber informasi dalam proses pemutakhiran data, yakni RT dan RW. Kolaborasi yang luas dan partisipasi aktif dari masyarakat sangat penting untuk memastikan data yang dihasilkan benar-benar akurat dan mencerminkan kondisi riil di lapangan," katanya.
Advertisement
