Ekonomi Indonesia Kuat, IHSG Dapat Tembus Level 6.000

Ada sejumlah faktor yang mendorong laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada 2017 terutama dari internal.

oleh Agustina Melani diperbarui 23 Mar 2017, 15:14 WIB
Diterbitkan 23 Mar 2017, 15:14 WIB
20170210- IHSG Ditutup Stagnan- Bursa Efek Indonesia-Jakarta- Angga Yuniar
Indeks sempat meraih level tertinggi di 5.399,99 dan terendah di 5.371,67 sepanjang perdagangan hari ini, Jakarta, Jumat (10/2). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Hiruk pikuk suasana politik mendekati pemilihan kepala daerah DKI Jakarta putaran kedua masih mewarnai pasar Indonesia. Namun sentimen politik itu tidak terlalu pengaruhi laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

"Kami melihat siapa pun yang akan memenangkan Pilkada putaran kedua ini, roda kehidupan Jakarta tetap berjalan dengan berbagai keramaian suasana politik yang membayangi perekonomian dan kompromi akan tetap menjadi esensi berpolitik," ujar Kepala Riset PT Bahana Sekuritas Harry Su, Kamis (23/3/2017).

Perusahaan sekuritas pelat merah ini yakin, keriuhan politik tidak terlalu mempengaruhi pasar terutama IHSG. Lantaran fundamental ekonomi Indonesia semakin kuat. PT Bahana Sekuritas menyakini perkiraan IHSG mencapai level 6.000 pada akhir tahun 2017 semakin kuat. Ia menilai level itu bisa terjadi sebelum akhir tahun ini. Hal itu bila pemerintah mempercepat belanja infrastruktur.

Berdasarkan data RTI, Kamis pekan ini pukul 14.20 WIB, IHSG naik 35,92 poin atau 0,65 persen ke level 5.570.

Harry menilai ada sejumlah katalis yang mendukung kenaikan IHSG itu. Pertama, kemungkinan Indonesia mendapatkan rating investment grade atau layak investasi dari lembaga pemeringkat Standar and Poors (S&P).

Apalagi kemarin perwakilan S&P menemui Menteri Koordinator Perekonomian Darmin nasution untuk kembali membicarakan masalah fiskal, pajak dan anggaran Indonesia.

S&P juga akan berbicara dengan kebijakan moneter Bank Indonesia serta dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. S&P mengunjungi Indonesia untuk melakukan pembaharuan peringkat yang akan dilakukan Juni mendatang.

Harry menambahkan, nilai tukar rupiah stabil terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di kisaran 13.300 meski bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve menaikkan suku bunga acuan 0,25 persen pada Maret 2017, ternyata tidak pengaruhi ekonomi Indonesia.

"Masih positifnya harga komoditas global menjadi penolong untuk meningkatkan pendapatan petani yang pada akhirnya memberi dukungan untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar dia.

PT Bahana Sekuritas memperkirakan pertumbuhan ekonomi sektiar 5,3 persen pada 2017. Sedangkan inflasi di kisaran 4 persen. Neraca transaksi berjalan diperkirakan defisit sekitar 2,1 persen pada akhir 2017. Cadangan devisa Indonesia masih akan stabil di kisaran US$ 120 miliar.

Harry menambahkan, dengan sejumlah faktor pendukung itu, ada sejumlah saham emiten yang masih layak koleksi antara lain PT Astra International Tbk (ASII), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT AKR Corporindo Tbk (AKRA), PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAPI), dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI).

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya