Saham Unggulan Bebani IHSG Selama Sepekan

Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,9 persen selama sepekan ke level 5.777.

oleh Agustina Melani diperbarui 05 Agu 2017, 09:36 WIB
Diterbitkan 05 Agu 2017, 09:36 WIB
 IHSG 30 Mei 2017 Ditutup Melemah 0,33 Persen
Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 0,9 persen selama sepekan ke level 5.777.

Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung lesu selama sepekan pada periode 28 Juli-4 Agustus 2017. Hal itu didorong saham-saham unggulan yang tertekan.

Mengutip laman PT Ashmore Assets Management Indonesia, Sabtu (5/8/2017), IHSG melemah 0,93 persen ke level 5.777 pada 4 Agustus 2017 dari periode 4 Agustus 2017 di kisaran 5.831.

IHSG tertekan itu didorong saham-saham unggulan masuk indeks saham LQ45 turun 1,51 persen. Sementara itu, saham berkapitalisasi menengah dan kecil cenderung bertahan. Investor asing pun masih melanjutkan aksi jual di pasar saham sehingga tambah tekanan IHSG. Tercatat aksi jual investor asing mencapai US$ 32 juta.

Di pasar obligasi atau surat utang terjadi sebaliknya. Obligasi alami kenaikan 0,3 persen secara mingguan. Imbal hasil surat utang pemerintah bertenor 10 tahun cenderung mendatar di kisaran 6,9 persen. Secara mingguan, investor asing melakukan aksi beli US$ 327 juta.

Adapun sejumlah sentimen pengaruhi pasar modal antara lain dari eksternal masih dari investigasi keterlibatan Rusia dalam pemilihan presiden Amerika Serikat (AS). Penasihat khusus Robert Mueller akan menolak sebuah grand jury dalam penyelidikannya atas keterlibatan Rusia dalam pemilihan AS. Grand jury alat penuntutan standar dalam penyelidikan kriminal, menunjukkan Mueller dan tim penyidiknya mungkin akan mendengar para saksi dan meminta dokumen dalam beberapa bulan ke depan.

Selain itu, musim laporan keuangan juga turut menjadi perhatian pasar. Berdasarkan data dari laporan keuangan perusahaan masuk S&P 500, sekitar 78 persen perusahaan membukukan kinerja melebihi proyeksi keuntungan. Bahkan 70 perusahaan mencatatkan penjualan di atas estimasi.

Dari data ekonomi AS, pertumbuhan ekonomi AS tercatat 2,6 persen didorong belanja konsumen dan bisnis. Pertumbuhan ekonomi AS itu naik dari posisi kuartal I 2017 sebesar 1,9 persen.

Meski inflasi dan data manufaktur melemah, pertumbuhan ekonomi akan menjadi alasan bank sentral AS atau the Federal Reserve untuk mulai mengurangi neraca US$ 4,5 triliun dan menaikkan bertahap suku bunga. Berdasarkan survei, kemungkinan suku bunga the Federal Reserve kembali naik pada Desember 2017.

Pada pekan ini, sejumlah bank sentral mengadakan pertemuan. Dari hasil rapat bank sentral antara lain bank sentral Inggris memutuskan suku bunga bertahan di kisaran 0,25 persen.

Di tengah proses Britain Exit (Brexit) atau Inggris keluar dari Uni Eropa dan dampak perlambatan ekonomi pada Juni, membuat sejumlah pihak menilai belum waktunya untuk menaikkan suku bunga.

Selain bank sentral Inggris, bank sentral Australia juga pertahankan suku bunga di kisaran 1,5 persen.

Dari sentimen dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kalau inflasi Juli tercatat 0,22 persen pada Juli 2017. Ini masih sesuai dengan konsensus yang berada di kisaran 0,19 persen. Inflasi pun tercatat 3,88 persen secara year on year dari posisi 4,37 persen.

Kemudian apa yang dicermati selanjutnya?

Pertumbuhan ekonomi semester I 2017 akan diumumkan pada Senin mendatang. Investor akan mulai mencari sentimen baru di sisa akhir 2017. Konsumsi melemah pada kuartal II 2017 ditunjukkan dari kinerja keuangan sektor konsumsi sehingga menekan laju IHSG.

Meski demikian, ada sejumlah faktor perlu diperhatikan terkait konsumsi. Pertama, pertumbuhan penjualan ritel masih positif tercermin dari kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sekitar 14 persen. Kedua, belanja pemerintah. Ketiga, produktivitas waktu kerja.

Kondisi sekarang berbeda dari tahun lalu yaitu pemerintah memiliki anggaran untuk mendorong belanja pada semester II 2017. Sedangkan defisit fiskal semester pertama 1,3 persen jauh di bawah rata-rata. Ini akan menguntungkan sektor konstruksi dan bahan dasar.

Menariknya, kinerja kontraktor Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menunjukkan di atas konsensus pada semester I 2017. Ini mengindikasikan kalau penyaluran anggaran pemerintah sudah solid. Diharapkan belanja pemerintah dapat lebih tinggi pada semester II 2017.

Kemudian apakah akan ada pembalikan arah dari saham-saham berkapitalisasi besar ke kapitalisasi kecil?

Ashmore menyatakan, pada Juli 2017 ada anomali ketika saham-saham berkapitalisasi kecil mengungguli saham unggulan meski indeks saham turun. Ini didorong sektor saham positif antara lain komoditas, ritel dan konstruksi.

Pada saat yang sama, jarak valuasi saham pun melonjak tinggi sehingga mendorong pembalikan ke saham-saham murah tetapi mencatatkan pendapatan solid. Bila kondisi makro mendukung saham-saham kapitalisasi kecil, kemungkinan ada peralihan ke saham-saham itu berlanjut.

 

Saksikan Video Menarik di Bawah Ini:

 

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya