Liputan6.com, Tokyo - Bursa Asia bervariasi pada akhir pekan ini. Pemicunya menguatnya kembali nilai tukar dolar usai melemah setelah Presiden Donald Trump mengatakan bahwa dia menginginkan mata uang Amerika Serikat (AS) kembali perkasa.Â
Melansir laman Reuters, Jumat (26/1/2018), indeks MSCI saham Asia Pasifik di luar Jepang turun 0,3 persen menjadi 607,77 setelah mencapai rekor tertinggi di atas 610 pada Rabu, terbebani saham Wall Street yang melemah.
Baca Juga
Namun secara mingguan, Indeks MSCI Asia Pasifik masih naik sekitar 1,4 persen dan menuju kenaikan tujuh minggu berturut-turut.
Advertisement
Adapun saham Australia merosot 0,1 persen. Sementara, penguatan dolar terhadap yen mengangkat saham Jepang, mendorong Nikkei naik 0,5 persen.
Wall street menguat dengan indeks Dow Jones Industrial Average dan S&P 500 ditutup ke posisi tertinggi usai pernyataan Presiden Donald Trump yang mengatakan bahwa dirinya menginginkan penguatan dolar.
Mata uang AS ini menghapus kerugian terhadap sekeranjang mata uang utama setelah Trump mengatakan kepada CNBC, dalam sebuah wawancara di Davos, Swiss, bahwa dia ingin melihat dolar yang kuat.
Dow Jones Industrial Average naik 0,54 persen menjadi 26.392,79, merupakan penutupan tertinggi yang pernah ada. Sementara indeks S & P berakhir 0,06 persen lebih tinggi ke 2.839,25. Namun Nasdaq turun 0,05 persen menjadi 7.411,16.
Dolar telah mengalami penurunan persentase harian terbesar dalam tujuh bulan pada Rabu. Ini setelah Menteri Keuangan AS Steven Munchin mengatakan bahwa dia menyambut baik pelemahan mata uang. Dolar yang lebih lemah cenderung menguntungkan perusahaan multinasional AS.
 "Trump memang mengatakan dia menginginkan dolar yang lebih kuat. Namun, pada saat yang sama tidak bermaksud untuk mengubah pendiriannya untuk mengejar investasi melalui kebijakan perdagangan," kata Junichi Ishikawa, Ahli strategi FX senior di IG Securities di Tokyo.
"Komentar dari pejabat tinggi AS mengenai dolar kemungkinan akan terus kurang konsistensi ke depan," kata dia.
Â
Mata Uang
Adapun mata uang Euro turun 0,1 persen menjadi US$ 1,2389 EUR, turun dari posisi sebelumnya US$ 1,2538, ini menjadi penutupan tertinggi sejak Desember 2014.
Mata uang beberapa negara ini telah melonjak ke level tertinggi dalam tiga tahun pada Kamis, setelah Presiden Bank Sentral Eropa Mario Draghi mengatakan bahwa data ekonomi menunjukkan pertumbuhan yang solid dan luas, dengan inflasi yang cenderung meningkat dalam jangka menengah dari tingkat yang rendah.
Draghi juga mengatakan bahwa lonjakan Euro baru-baru ini merupakan sumber ketidakpastian, meskipun hal ini berdampak kecil terhadap mata uang karena beberapa pelaku pasar memperkirakan Kepala ECBÂ akan memberikan sinyal lebih kuat tentang kebijakannya.
Adapun Dolar menguat 0,1 persen terhadap yen ke posisi 109,575. Angka ini rebound dari level terendah empat bulan di 108,500 pada hari sebelumnya.
 Kenaikan dolar membebani harga komoditas, yang telah meningkat ke puncak multi tahun pada awal pekan ini. Memang, greenback yang lebih kuat cenderung membebani komoditas.
Advertisement