Dow Jones Jatuh 900 Poin, Menutup Pekan Terburuk di Wall Street Sejak 2008

Wall Street kembali anjlok pada Penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta).

oleh Septian Deny diperbarui 21 Mar 2020, 08:00 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2020, 08:00 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Steven Kaplan (tengah) saat bekerja dengan sesama pialang di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street anjlok karena investor menunggu langkah agresif pemerintah AS atas kejatuhan ekonomi akibat virus corona COVID-19. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, Jakarta - Wall Street kembali anjlok pada Penutupan perdagangan Jumat (Sabtu pagi waktu Jakarta). Hal tersebut menutup pekan ini sebagai pergerakan saham paling bergejolak di tengah upaya investor bergulat dengan meningkatnya kekhawatiran atas pukulan ekonomi akibat virus corona.

Pada perdagangan akhir pekan ini, pergerakan saham berusaha untuk reli namun gagal.

Dikutip dari CNBC, (Sabtu 21/3/2020), Dow Jones Industrial Average ditutup turun 913,21 poin atau lebih dari 4 persen ke level 19.173,98 setelah mengumpulkan lebih dari 400 poin pada hari sebelumnya. S&P 500 turun 4,3 persen menjadi 2.304,92. Nasdaq Composite ditutup 3,8 persen lebih rendah pada 6.879,52 setelah melompat lebih dari 2 persen.

Dow turun lebih dari 17 persen untuk minggu ini menjadikan penurunan terbesar dalam sepekan sejak Oktober 2008, ketika turun 18,2 persen.

S&P 500 anjlok dari 13 persen minggu hingga hari ini setelah turun 11,5 persen lagi minggu lalu. Nasdaq turun 12,6 persen. Baik S&P 500 dan Nasdaq juga memiliki kinerja mingguan terburuk sejak krisis keuangan 2008.

Sejumlah faktor menekan pasar pada Jumat, pembalikan harga minyak mentah dan penguatan dolar. Pergerakan harga membuat minyak mentah kehilangan setengah nilainya dalam sebulan dan mengarahkan investor untuk menjual aset di pasar lain.

"Pasar diperdagangkan lebih kepada emosi daripada data aktual. Itulah yang menyebabkan volatilitas," kata Sal Bruno, Kepala Investasi di IndexIQ.

Ronin Capital, sebuah perusahaan kliring di CME Group, tidak dapat memenuhi persyaratan modalnya. Hal tersebut membebani saham dalam dua jam terakhir perdagangan karena itu merupakan tanda lain dari tekanan terhadap beberapa perusahaan di tengah penurunan tajam di pasar.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Harga Minyak Jatuh

lustrasi tambang migas
Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Harga minyak mentah dunia turun 11 persen pada perdagangan Jumat (Sabtu waktu Jakarta). Hal ini ditengah upaya negara-negara terkaya di dunia menuangkan bantuan yang belum pernah terjadi sebelumnya ke dalam ekonomi global untuk menghentikan resesi yang didorong oleh pandemi virus corona.

Dikutip dari CNBC, Sabtu (21/3/2020), harga minyak mentah berjangka AS untuk April turun USD 2,79 atau 11,06 persen, menjadi USD 22,43 per barel. Sedangkan benchmark internasional, minyak mentah Brent turun USD 1,49 atau 5,2 persen ke level USD 26,98 per barel.

"Keuntungan luar biasa dari West Texas Intermediate (WTI, minyak mentah AS) mencerminkan harapan dan bukan realitas industri AS," kata Jeffrey Halley, Analis Pasar Senior di OANDA. 

Ketika penyebaran virus corona membuat sebagian besar kegiatan di dunia terhenti, negara-negara telah mencurahkan stimulus yang meningkat ke dalam ekonomi mereka. Sementara bank-bank sentral telah membanjiri pasar dengan dolar murah untuk meredakan ketegangan pendanaan.

“Sentimen risiko positif dan melemahnya dolar AS membantu minyak mentah pada hari Jumat. Juga, komentar dari Presiden AS Trump bahwa ia mungkin terlibat dalam perang (harga) minyak pada waktu yang tepat mendukung minyak,” kata Analis Minyak UBS Giovanni Staunovo.

“Kekhawatiran saya terkait dengan kemungkinan lebih banyak pembatasan mobilitas di seluruh dunia, yang kemungkinan akan semakin membebani permintaan minyak. Karenanya, yang terburuk mungkin belum berakhir untuk harga minyak,” lanjut dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya