Liputan6.com, Jakarta - Meski turun 5,14 persen dibandingkan 2019, laba bersih yang mampu didapatkan PT Bank Central Asia Tbk/BCA (BBCA) tahun lalu berhasil menjadi yang tertinggi, yakni Rp27,13 triliun.
Melihat hal tersebut, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja menuturkan, penurunan laba pada 2020 karena menyiapkan biaya pencadangan yang lebih tinggi.
"Biaya pencadangan yang lebih tinggi untuk mengantisipasi potensi penurunan kualitas aset. Terkait kinerja, kami masih sangat solid dan mampu mencatatkan kinerja cukup baik di masa pandemi. Ini tidak terlepas dari respon cepat otoritas," katanya secara virtual, Senin (8/2/2021).
Advertisement
Baca Juga
Selain itu, Jahja juga menyebut, BCA juga memiliki beberapa strategi, salah satunya menempatkan sebagian dana ke Surat Berharga Negara (SBN) untuk mengurangi tekanan beban bunga.
"Kami juga memangkas beban biaya operasional, seperti perjalanan dinas dan entertainment," ujar dia.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Pertumbuhan Positif pada Pendapatan Bunga
Pada 2021, Ia yakin kinerja terdapat pada pendapatan penyaluran kredit. Dalam pemaparannya Jahja yakin bila bisnis ini masih sangat menguntungkan saat pandemi.COVID-19
Seiring dengan positifnya pertumbuhan likuiditas, BCA juga mampu mencetak pendapatan bunga yang lebih tinggi dari aset treasury, sehingga mengompensasi imbal hasil (yield) dan outstanding kredit yang menurun.
Selain itu, sejalan dengan tren penurunan suku bunga acuan dari Bank Indonesia, BCA mampu menurunkan suku bunga produk dana pihak ketiga, yang mana berdampak pada beban bunga yang lebih rendah.
Oleh karena itu, BCA mampu mempertahankan pertumbuhan positif pada pendapatan bunga bersih pada 2020, yakni naik 7,3 persen YoY menjadi Rp54,5 triliun. Di sisi lain, pendapatan non-bunga menurun tipis 0,5 persen YoY, menjadi Rp20,2 triliun.
Advertisement
Biaya Pencadangan Meningkat
Secara total, pendapatan operasional tercatat sebesar Rp74,8 triliun, atau meningkat hingga 5,1 persen YoY. Beban operasional tercatat sebesar Rp29,3 triliun, atau 3,1 persen lebih rendah dari 2019, diakibatkan terhambatnya sebagian kegiatan operasional di saat pandemi.
Oleh karena itu, PPOP meningkat hingga 11,2 persen YoY menjadi Rp45,4 triliun pada 2020, sehingga dapat menjadi penyangga yang memadai untuk mengantisipasi kebutuhan biaya pencadangan. BCA membukukan biaya pencadangan sebesar Rp11,6 triliun, atau naik 152,3 persen YoY.
Secara keseluruhan, laba bersih tercatat sebesar Rp27,1 triliun, menurun 5 persen dibandingkan laba bersih 2019 yang sebesar Rp28,6 triliun.
Meskipun terdapat berbagai tantangan pada 2020, rasio keuangan BCA tetap berada di posisi yang kokoh dengan rasio kecukupan modal (capital adequacy ratio/CAR) tercatat sebesar 25,8 persen, lebih tinggi dari ketetapan regulator, dan loan to deposit ratio (LDR) tetap terjaga pada tingkat yang sehat yakni sebesar 65,8 persen.
Rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) terjaga pada tingkat yang bisa ditoleransi sebesar 1,8 persen, dibandingkan 2019 yang sebesar 1,3 persen, didukung oleh relaksasi kebijakan restrukturisasi.
Normalisasi restrukturisasi kredit akan menjadi fokus BCA pada 2021. Sebagai tambahan, rasio pengembalian terhadap aset (return on asset/ROA) tercatat sebesar 3,3 persen, dan rasio pengembalian terhadap ekuitas (return on equity/ROE) sebesar 16,5 persen pada 2020. Â