Liputan6.com, Jakarta - Untuk memberikan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) bunga obligasi bagi investor domestik (Wajib Pajak Dalam Negeri/WPDN) dan bentuk usaha tetap, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 Tahun 2021.
Penerbitan PP ini membuktikan pemerintah melanjutkan komitmennya untuk mendorong reformasi kemudahan berusaha, menciptakan kesetaraan beban pajak penghasilan antara investor obligasi, dan juga untuk mendorong pengembangan dan pendalaman pasar obligasi melalui kebijakan pajak yang mendukung.
Baca Juga
"Terbitnya PP ini merupakan bukti bahwa pemerintah terus melakukan reformasi struktural dalam rangka meningkatkan investasi dan produktivitas yang salah satunya dilaksanakan melalui UU Cipta Kerja,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu melalui siaran persnya yang dikutip Liputan6.com.
Advertisement
Sebelumnya, pemerintah juga telah memberi keringanan tarif pajak bagi investor asing. Pemerintah terus menjaga momentum pemulihan ekonomi melalui tiga kebijakan yang menjadi game changer pemulihan ekonomi pada 2021, yaitu prioritas intervensi yang terarah untuk menanggulangi krisis kesehatan, kebijakan fiskal terutama program PEN untuk menjaga daya beli masyarakat dan keberlangsungan dunia usaha, serta reformasi structural terus dilaksanakan.
Salah satu upaya reformasi struktural tercermin dalam UU Cipta Kerja yang terdiri dari 11 bidang atau klaster dan tertuang ke dalam lebih dari 50 peraturan pemerintah hingga saat ini. Dalam klaster kemudahan berusaha tersebut, pemerintah memberikan keringanan pajak.
Febrio mengungkapkan, pemerintah telah terlebih dahulu menurunkan tarif PPh Pasal 26 atas penghasilan bunga obligasi yang diterima Wajib Pajak Luar Negeri atau WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dari yang sebelumnya 20 persen menjadi 10 persen atau sesuai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) yang mulai berlaku Agustus 2021. Selanjutnya, melalui PP terbaru, Pemerintah menurunkan tarif PPh bunga obligasi bagi WPDN juga.
"Dengan PP ini, tarif PPh Pasal 4 ayat (2) UU PPh atas penghasilan bunga obligasi WPDN turun dari 15 persen ke 10 persen. Kini, tarifnya menjadi sama ringannya dengan WPLN,” kata Febrio.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan, penurunan tarif ini merefleksikan upaya pemerintah dalam menciptakan kesetaraan (level of playing field) dan keadilan bagi seluruh investor Obligasi.
Dengan disahkannya PP 91/2021 ini, janji pemerintah untuk merevisi PP No.55/2019 tentang Perubahan Kedua atas PP 16/2009 tentang PPh Bunga Obligasi agar tercipta kesetaraan dan keadilan bagi seluruh kelompok investor sudah terealisir.
Pasar obligasi Indonesia tumbuh cukup baik, tetapi masih memerlukan dorongan. Kapitalisasi pasar obligasi (swasta dan pemerintah) terhadap PDB Indonesia (30,6 persen) masih rendah dibandingkan dengan negara ASEAN-5 lainnya: Malaysia (122,7 persen), Singapura (79,9 persen), Thailand (69,6 persen), dan Filipina (49,4 persen), dikutip dari Asia bonds online, ADB, Maret 2021.
"Pasar obligasi Indonesia sangat potensial. Karena itu Pemerintah Indonesia ingin memastikan bahwa para investor dapat memanfaatkan keringanan pajak ini untuk berinvestasi dalam instrumen obligasi baik SBN maupun korporasi.” kata Febrio.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Partisipasi Investor Ritel Ditargetkan Naik
Febrio menambahkan, dengan keringanan pajak ini tingkat partisipasi investor ritel ditargetkan meningkat. Per 31 Agustus 2021, komposisi investor domestik ritel (individu) pada pasar SBN masih kecil yaitu 4,5 persen bila dibandingkan dengan bank 33,4 persen, asuransi dan dana pensiun 14,5 persen, serta asing 22,4 persen.
Dengan penurunan tarif tersebut, peran investor domestik, termasuk investor individu, dalam menyediakan sumber pembiayaan dan mengurangi ketergantungan pada pendanaan luar negeri diharapkan dapat meningkat.
"Hal ini senada dengan kebijakan untuk WPLN sebelumnya yang menjadikan tarif pajak untuk obligasi kita sama kompetitifnya dengan negara-negara ASEAN-5 yang juga berada di angka 10 persen," ujar Febrio.
Saat ini, Indonesia sedang membutuhkan investasi yang besar baik dari dalam maupun luar negeri untuk membiayai pembangunan.
Berdasarkan RPJMN 2020-2024, pembiayaan kebutuhan investasi pada tahun 2020-2024 diupayakan dengan pendalaman sektor keuangan baik bank maupun non-bank, antara lain melalui peningkatan inklusi keuangan, perluasan inovasi produk keuangan, pengembangan infrastruktur sektor jasa keuangan, dan optimalisasi alternatif pembiayaan.
Meningkatnya partisipasi investor baik dalam maupun luar negeri dalam pasar obligasi pada gilirannya akan membuat pasar keuangan semakin dalam. Sehingga, akses pembiayaan sektor keuangan bagi dunia usaha semakin terbuka dan alternatif pembiayaan nonAPBN bagi pembangunan semakin bertambah.
"Arus modal yang masuk akan mendatangkan cadangan devisa, yang selanjutnya memperkuat posisi nilai tukar,” kata Febrio.
Reporter: Elizabeth Brahmana
Advertisement