Liputan6.com, Jakarta - Obligasi termasuk salah satu instrumen investasi di pasar modal. Obligasi ini merupakan surat berharga atau sertifikat yang berisi perjanjian antara perusahaan emiten sebagai peminjam dana dengan investor sebagai pemberi dana. Secara sederhana, obligasi (bonds) dapat diartikan sebagai surat utang.
Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah biasa disebut sebagai surat utang negara (SUN), sementara obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan disebut obligasi korporasi. Kedua jenis obligasi ini memiliki kadar risiko dan imbal hasil yang berbeda.
Baca Juga
Obligasi korporasi (corporation bond) memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan SUN, karena hanya dijamin oleh perusahaan si penerbit. Jika perusahaan tersebut mengalami kendala, misalnya merugi atau bangkrut, maka investor berpotensi kehilangan dana investasinya.
Advertisement
Walaupun berisiko, obligasi korporasi tetap menjanjikan peluang yang menarik. Untuk itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum memutuskan membeli obligasi korporasi.
"Di Indonesia, untuk corporate bonds kalau kita mau beli harus melihat pada company-company yang memiliki bisnis yang terus bisa berkembang,” kata Presiden Direktur Schroders Indonesia Michael T. Tjoajadi dalam temu media, Kamis (2/9/2021).
Michael mengakui, memang ada beberapa bisnis yang terpukul akibat pandemi COVID-19. Namun, juga tak sedikit yang malah mencatatkan kinerja cemerlang. Sebagai gambaran, ia melihat sektor yang berkaitan dengan teknologi mencatatkan kinerja positif. Hal itu seiring penggunaan layanan daring selama pembatasan masyarakat.
Sementara sektor yang mungkin terkoreksi seperti penambangan. Kendati naiknya harga komoditas, kinerja perusahaan di sektor ini masih tertolong.
Namun, dari sisi volume, Michael mengatakan cenderung turun. Ini karena aktivitas penambangan tidak bisa dilakukan secara daring. Sehingga jika ada salah satu pebambang atau personel yang terpapar COVID-19, seluruh personel dalam tim tersebut diganti sementara untuk memitigasi penyebaran virus.
“Walaupun kita lihat harga komoditi dari pertambangan itu naik dan itu menolong mereka, tapi produksi volumenya turun akibat dari adanya pandemi ini,” imbuhnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Cermati Rating
Michael mengatakan, selain mengamati kas perusahaan, perlu juga mencermati rating obligasi yang ditawarkan. Setiap obligasi yang akan diterbitkan terlebih dahulu akan mendapatkan pemeringkatan (rating) dari lembaga independen.
Di Indonesia ada beberapa lembaga pemeringkat yang sering digunakan untuk memeringkat obligasi korporasi seperti Pefindo, Fitch Ratings dan Moodys. Peringkat ini juga mencerminkan profil risiko dari obligasi yang akan diterbitkan.
“Jadi kita sebagai investor harus berhati-hati untuk melihat bagaimana cash flow position dari perusahaan tersebut. Kenapa penting karena berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk membayar interest dan juga membayar principle yang jatuh tempo. Itu bisa dilihat dari ratingnya,” kata Michael.
“Kalau saya sendiri, I will buy yang ratingnya tinggi. Walaupun rating-rating rendah memberikan return yang lebih tinggi tetapi tentu dengan risk yang lebih tinggi pula,” lanjutnya.
Sebagai gambaran, ia menyebutkan ada sejumlah perusahaan yang harus masuk PKPU. Menurut Michael, sebaiknya perusahaan seperti ini dihindari.
Advertisement
Pakai Momentum di Pasar
Selain itu, untuk berinvestasi di obligasi, investor bisa menggunakan momentum yang muncul di pasar. Misalnya ketika BI 7 Days Repo Rate naik, harga obligasi korporasi akan cenderung turun, begitu juga sebaliknya.
"Kecenderungan suku bunga naik karena kita sudah lihat bahwa pertumbuhan ekonomi sudah terjadi. Waktu terjadi penurunan ekonomi kita potong suku bunga. Sekarang pertumbuhan ekonomi sudah terjadi,"
“Pertumbuhan ekonomi harus dijaga lebih lama dan suku bunga harus disesuaikan untuk menangani inflasi. (Jika tidak) ini akan memberikan tekanan kepada profitability dari perusahaan-perusahaan," ujar dia.
Inflasi yang tinggi memiliki efek yang berbahaya bagi stabilitas ekonomi, termasuk juga mengancam keuangan perusahaan. Meningkatnya inflasi dapat menyebabkan harga input atau bahan baku yang tinggi, pendapatan dan laba menurun, daya beli konsumen rendah, dan perekonomian melambat.