Liputan6.com, Jakarta - Indonesia dicanangkan menjadi salah satu produsen mobil listrik. Indonesia ditargetkan produksi empat juta mobil listrik dan 10 juta motor listrik pada 2035.
Target itu dibuat karena 80 persen bahan baku kendaraan listrik ada di Indonesia, yakni nikel. Hal ini sejalan dengan upaya menekan emisi gas rumah kaca.
Merespons itu, Presiden Direktur PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Febriany Eddy optimistis dengan prospek nikel pada masa mendatang. Febriany mengatakan, nikel memang tengah menjadi hot topic saat ini, seiring dengan isu perubahan iklim yang mendorong dekarbonasi.
Advertisement
Baca Juga
"Nikel jadi hot topik karena kalau kita lihat global trend ini sedang dekarbonasi. Karena climate change, ada tuntutan untuk dekarbonasi secara cepat ya. karena makin lama makin tinggi suhu bumi,” kata dia dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) X – 2021, Kamis (7/10/2021).
Ia mengatakan, salah satu penyumbang gas emisi terbesar yakni dari sektor transportasi, termasuk mobil. Sehingga mendorong inovasi untuk mengurangi gas emisi dengan beralih ke mobil listrik.
"Jadi dari sektor dan juga mobil bergerak ke arah dari fosil menjadi mobil listrik. Ini semua butuh banyak sekali mineral. salah satunya dari banyaknya mineral yang dibutuhkan adalah nikel,” kata dia.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Negosiasi dengan China
Dia menuturkan, nikel adalah mineral yang bisa menyimpan energi dengan densitas paling tinggi. Sehingga sangat dibutuhkan, utamanya untuk bahan baku baterai mobil listrik.
Febriany mengatakan pihaknya juga telah negosiasi dengan China terkait penggunaan nikel untuk baterai mobil listrik.
"Tiongkok kita juga sudah bicara panjang lebar lama sekali negosiasi akhirnya mereka sepakat untuk tidak menggunakan batu bara tapi menggunakan gas bumi,” kata dia.
Ia menuturkan, jika menjual bijih nikel saja, harga nilai jualnya yaitu sekitar 20 persen. “Tapi kalau diproses seperti nickel matte kita 78 persen atau feronikel bisa sampai 90- 95 persen. Jadi nilai tambahnya jauh kalau diproses di dalam negeri,” ujar dia.
Dengan demikian, Febriany mengatakan Perseroan sangat mendukung kebijakan pemerintah untuk memproses nikel di dalam negeri. Apalagi jika revolusi EV terjadi, maka akan dibutuhkan banyak nikel untuk mobil listrik.
"Negara kita mencanangkan sebagai basis kendaraan listrik. Inni akan butuh banyak sekali nikel. Kebijakan ini akan membantu ketahanan nasional juga dari sisi kesediaan raw material,” ujar dia.
Advertisement
Gerak Saham INCO
Pada penutupan perdagangan Kamis, 7 Oktober 2021, saham INCO naik 0,85 persen ke posisi Rp 4.760. Saham INCO dibuka stagnan di Rp 4.720 per saham.
Saham INCO berada di level tertinggi Rp 4.810 dan terendah Rp 4.720 per saham. Total frekuensi perdagangan 5.019 kali. Total volume perdagangan 246.296. Nilai transaksi Rp 117,3 miliar.