Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah emiten melakukan pemecahan nilai nominal saham atau stock split. Umumnya, perusahaan melakukan aksi tersebut agar saham yang dijual lebih dilirik oleh investor.
Sepanjang tahun ini, ada beberapa emiten yang lakukan stock split. Terakhir ada Bank Central Asia Tbk (BBCA) yang memecah nilai nominal saham dengan rasio 1:5.
Berdasarkan data yang dihimpun, ada sekitar tujuh emiten yang sudah menggelar stock split pada 2021. Emiten itu antara lain PT Saratoga Investama Sedaya Tbk (SRTG), PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD).
Advertisement
Kemudian ada PT Buyung Poetra Sembada Tbk (HOKI), PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT Distribusi Voucher Nusantara Tbk (DIVA) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).
Baca Juga
“Tujuan Stock split itu untuk meningkatkan likuiditas saham dengan memangkas nominal saham. Sehingga nilainya menjadi lebih rendah agar sebaran investornya bisa lebih banyak,” tutur Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia, Reza Priyambada kepada Liputan6.com, dikutip Minggu (24/10/2021).
Senada, Analis Sucor Sekuritas Hendriko Gani mengatakan emiten melakukan stock split umumnya untuk menambah likuiditas. Sebelum melakukan stock split, perusahaan harus mendapatkan izin dari pemegang saham terlebih dulu.
Oleh karena itu, rapat umum pemegang saham (RUPS) akan dilakukan. "Kalau stock split itu untuk menambah likuiditas aja. Supaya lebih terjangkau sama investor juga,” kata Hendriko.
Tak hanya dampak positif, terdapat juga dampak negatif yang mungkin terjadi saat perusahaan melakukan stock split.
Salah satunya volatilitas atau jarak kenaikan serta penurunan harga saham. Banyaknya investor yang tertarik melakukan pembelian saham saat harganya turun, membuat volatilitas saham mengalami peningkatan dan menyebabkan fluktuasi.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Cermati Fundamental
Pada situasi ini, baik Reza maupun Hendriko mengatakan agar investor mencermati dulu fundamental emiten, sebelum memutuskan membeli saham stock split. Hal itu mengingat tak semua stock split berhasil.
"Balik lagi ke fundamentalnya. Pelaku pasar harusnya cek fundamentalnya,” kata Reza.
Perlu diingat, stock split tak selalu bisa meningkatkan harga saham dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Jika harga saham yang telah dipecah tak kunjung meningkat, risiko perusahaan mengalami delisting oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) bisa terjadi. "Jadi dilihat kembali untuk fundamentalnya. apakah masih bagus atau tidak,” kata Hendriko.
Advertisement