Hadapi Tapering The Fed, Investor Dapat Lakukan Langkah Ini

Selain komunikasi yang baik, hal positif lainnya yang dilakukan The Fed kali ini adalah menyampaikan dengan jelas walaupun tapering mulai diimplementasi.

oleh Agustina Melani diperbarui 26 Nov 2021, 06:37 WIB
Diterbitkan 26 Nov 2021, 06:37 WIB
Akhir 2019, IHSG Ditutup Melemah
Pengunjung melintas dilayar pergerakan saham di BEI, Jakarta, Senin (30/12/2019). Pada penutupan IHSG 2019 ditutup melemah cukup signifikan 29,78 (0,47%) ke posisi 6.194.50. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) resmi mengumumkan Fed tapering akan dimulai awal Desember  2021. Berbeda dengan yang terjadi pada 2013, tapering atau program pengurangan pembelian aset kali ini berlangsung tanpa kejutan.

Program pembelian aset dari pasar finansial sebesar USD120 miliar per bulan yang telah dilakukan sejak awal pandemi, akan mulai dikurangi sebesar USD15 miliar setiap bulan, sehingga tapering ini diperkirakan selesai pertengahan 2022.  

Chairman The Fed, Jerome Powell, telah memberikan sinyal sejak awal tahun sehingga pasar terlihat lebih antisipatif dan gejolak di pasar finansial dapat lebih diminimalkan.

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh investor? Simak penjelasan Freddy Tedja, Head of Investment Specialist PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) dikutip dari keterangan tertulis Jumat (26/11/2021):

1. Respons positif dari pasar

Selain komunikasi yang baik, hal positif lainnya yang dilakukan The Fed kali ini adalah menyampaikan dengan jelas walaupun tapering mulai diimplementasi, kenaikan suku bunga belum akan dilakukan, setidaknya hingga proses tapering berakhir.

Ini tentunya menjadi berita positif bagi pasar finansial dan memberikan kejelasan bahwa suku bunga akan tetap pada level akomodatif.  Kondisi inilah yang membuat pasar obligasi global dan domestik pun cenderung stabil pasca pengumuman Fed tapering.

"Di sisi lain, kita melihat perbaikan situasi pandemi di Indonesia yang jelas mendukung pemulihan ekonomi yang berkesinambungan,” ujar Freddy.

Keseimbangan strategi penanganan pandemi yang terukur (pelonggaran aktivitas sosial diiringi dengan laju vaksinasi yang ditingkatkan) oleh pemerintah, cukup berhasil mendorong kinerja ekonomi.

Beberapa indikator seperti indeks mobilitas dan realisasi pendapatan negara terus melanjutkan tren pertumbuhan positif. Jika target vaksinasi 70 persen populasi sasaran dapat tercapai pada akhir tahun 2021,  hal ini pun dapat menjadi katalis positif bagi pemulihan ekonomi yang lebih kuat pada 2022.

Kuatnya kinerja ekspor Indonesia yang mencatatkan surplus berturut-turut selama 17 bulan terakhir - dengan posisi surplus tahun berjalan 2021 hingga Oktober juga tercatat sebagai yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir – membuat tekanan pada nilai tukar Rupiah pun tidak setinggi pada periode tapering tahun 2013 lalu. 

“Kondisi ini akan menjadi fondasi Indonesia mengarungi periode tapering yang akan datang,” ujar dia.

Namun, Freddy mengingatkan untuk harus tetap mencermati potensi risiko yang ada. Memburuknya kembali kondisi pandemi di Eropa, disrupsi rantai pasokan global yang dapat meningkatkan inflasi.

Selain itu, potensi miskomunikasi perubahan kebijakan moneter dan fiskal yang berpotensi menciptakan volatilitas pada suku bunga dan nilai tukar,  semuanya itu akan dapat menjadi gangguan pada  momentum pemulihan ekonomi. 

“Untuk itulah menjelang akhir tahun ini, sebaiknya kita mengkaji kembali seluruh portofolio investasi kita, seraya menimbang-nimbang potensi dan risiko yang ada ke depan,” ujar dia.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2.Lakukan Evaluasi

Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung melintas di papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Hal pertama yang harus dilakukan oleh investor adalah mengevaluasi seluruh aset pada portofolio investasinya saat ini.  Arah pasar yang bergerak positif saat ini bisa dimanfaatkan oleh para investor untuk mencari peluang investasi terbaik yang sesuai dengan profil risiko masing-masing investor.

"Evaluasi portofolio investasi sangat penting dilakukan, minimal sekali dalam setahun, untuk melihat apakah imbal hasil investasinya sudah on track dengan tujuan keuangan yang hendak dicapai,” ujar dia.

Pada masa awal pandemi, pasar cenderung bergerak volatil dan terkoreksi. Sedangkan saat ini, kondisi sudah membaik. 

3. Melirik peluang di pasar obligasi dan saham

Pasar saham Indonesia naik 23,09 poin
Pekerja mengamati pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di salah satu perusahaan Sekuritas, Jakarta, Rabu (14/11). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil bertahan di zona hijau pada penutupan perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Setelah dimulainya  tapering, investor dapat memanfaatkan peluang investasi di pasar obligasi dan pasar saham yang menunjukkan tren pemulihan.

Sebagai gambaran, reksa dana Manulife Saham Andalan (MSA) berhasil mencatatkan kinerja satu tahun terakhir sebesar 63,07 persen per akhir Oktober 2021, jauh melampaui tolok ukurnya (Indeks IDX80) yang sebesar 18,89 persen.

Pada periode yang sama, reksa dana Manulife Obligasi Unggulan (MOU) mencatatkan kinerja satu tahun terakhir sebesar 8 persen, dua kali lipat dari tolok ukurnya (rata-rata bunga deposito 3 bulan di bank lokal +2 persen, net setelah pajak) yang sebesar 3,94 persen. 

Pada akhirnya, setiap investor harus menentukan instrumen investasi yang paling sesuai dengan profil risiko dan tujuan investasinya. Selalu lakukan diversifikasi untuk meminimalisir risiko dan memaksimalkan imbal hasil investasi Anda.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya