Liputan6.com, Jakarta - Investasi menjadi salah satu kegiatan yang diyakini penting dalam kehidupan masyarakat. Ini mengingat investasi yang dilakukan dengan benar akan menghasilkan keuntungan yang besar.
Meski demikian, perlu diingat setiap investasi memiliki risiko bagi masyarakat. Misalnya, jika melakukan investasi saham, harga saham ini bergerak volatil.
Baca Juga
Melihat harga saham yang volatil, sejumlah investor pun masih ada yang takut ketika melihat harga suatu saham turun. Biasanya, gara-gara lihat harga saham turun, investor ini panik sehingga rentan melakukan kesalahan berinvestasi di pasar modal.
Advertisement
Melansir laman Instagram resmi Bursa Efek Indonesia, Minggu (20/8/2023), padahal, penurunan harga saham ini bisa jadi kesempatan baik untuk mendapatkan keuntungan.
Ketika harga saham turun, ini adalah momentum yang tepat untuk melakukan averaging down, yaitu menurunkan nilai modal dari saham yang Anda miliki.
Contoh Penerapan Averaging Down
Misal, Anda awalnya memiliki saham di PT ABCD dengan harga Rp2.000 per lembar saham sebanyak 100 lot. Lalu, ketika harga saham tersebut turun, Anda melakukan pembelian kembali di harga Rp1.500 per lembar sebanyak 100 lot lagi.
Maka, average price saham Anda yaitu, Rp2.000 x 10.000 lembar = Rp20.000.000 Rp1.500 x 8.000 lembar = Rp12.000.000
(Rp20 juta + Rp12 juta) / 18.000 lembar = Rp1.777 per lembar.
Manfaat Averaging Down
1. Menurunkan average price saham yang Anda punya
2.Potensi keuntungan yang lebih baik
3. Mengurangi risiko kerugian investasi
Namun, sebagai investor saham sebelum mengambil keputusan untuk melakukan averaging down ini, harus memastikan perusahaan memiliki fundamental yang baik atau sedang menuju perbaikan.
Mengenal Keuntungan dan Risiko Investasi Saham
Sebelumnya, investasi saham menjadi salah satu strategi mempersiapkan keuangan untuk masa depan. Saham (stock) merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular.
Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham merupakan instrumen investasi yang banyak dipilih para investor karena saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik.
Saham dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan modal seseorang atau pihak (badan usaha) dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Dengan menyertakan modal tersebut, maka pihak tersebut memiliki klaim atas pendapatan perusahaan, klaim atas aset perusahaan, dan berhak hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Investasi saham dinilai memberikan imbal hasil yang lebih tinggi dibandingkan investasi pada instrumen konvensional seperti emas dan tanah. Namun imbal hasil investasi pada instrumen ini berbanding terbalik dengan risiko. Imbal hasil yang tinggi umumnya memiliki potensi risiko yang tinggi pula. Sebaliknya, imbal hasil yang relatif lebih kecil umumnya memiliki potensi risiko yang lebih kecil pula.
Advertisement
Dividen
Melansir laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Jumat (2/6/2023), berikut sumber keuntungan investasi saham:
1. Dividen
Keuntungan pertama yang diperoleh dari investasi saham adalah berupa dividen. Dividen merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan dan berasal dari keuntungan yang dihasilkan perusahaan.
Dividen diberikan setelah mendapat persetujuan dari pemegang saham dalam RUPS. Jika seorang pemodal ingin mendapatkan dividen, maka pemodal tersebut harus memegang saham tersebut dalam kurun waktu yang relatif lama yaitu hingga kepemilikan saham tersebut berada dalam periode dimana diakui sebagai pemegang saham yang berhak mendapatkan dividen.
Dividen yang dibagikan perusahaan dapat berupa dividen tunai – artinya kepada setiap pemegang saham diberikan dividen berupa uang tunai dalam jumlah rupiah tertentu untuk setiap saham - atau dapat pula berupa dividen saham yang berarti kepada setiap pemegang saham diberikan dividen sejumlah saham sehingga jumlah saham yang dimiliki seorang pemodal akan bertambah dengan adanya pembagian dividen saham tersebut.
Capital Loss hingga Risiko Likuidasi
Capital Gain merupakan selisih antara harga beli dan harga jual. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder.
Misalnya Investor membeli saham ABC dengan harga per saham Rp 1.000 kemudian menjualnya dengan harga Rp 1.500 per saham yang berarti pemodal tersebut mendapatkan capital gain sebesar Rp 500 untuk setiap saham yang dijualnya.
Bersamaan dengan itu, investor perlu mengenal jenis risiko yang berlaku pada investasi saham, antara lain:
1. Capital Loss
Capital Loss merupakan kebalikan dari Capital Gain, yaitu suatu kondisi di mana investor menjual saham lebih rendah dari harga beli. Misalnya saham PT XYZ yang di beli dengan harga Rp 1.000,- per saham, kemudian harga saham tersebut terus mengalami penurunan hingga mencapai Rp 500 per saham. Karena takut harga saham tersebut akan terus turun, investor menjual pada harga tersebut. Sehingga investor telah mengalami kerugian sebesar Rp 500 per saham.
2. Risiko Likuidasi
Risiko likuidasi yakni kondisi jika perusahaan yang sahamnya dimiliki, dinyatakan bangkrut oleh Pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan. Dalam hal ini, hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaan dapat dilunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan).
Advertisement
Supply dan Demand
Jika masih terdapat sisa dari hasil penjualan kekayaan perusahaan tersebut, sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham. Namun, jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, pemegang saham tidak akan memperoleh hasil dari likuidasi tersebut.
Kondisi ini merupakan risiko yang terberat dari pemegang saham. Untuk itu seorang pemegang saham dituntut untuk secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan.
Di pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut. Dengan kata lain harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham tersebut.
Supply dan demand tersebut terjadi karena adanya banyak faktor, baik yang sifatnya spesifik atas saham tersebut (kinerja perusahaan dan industri dimana perusahaan tersebut bergerak) maupun faktor yang sifatnya makro seperti tingkat suku bunga, inflasi, nilai tukar dan faktor-faktor non ekonomi seperti kondisi sosial dan politik, dan faktor lainnya.