Liputan6.com, Jakarta - Tren suku bunga tinggi masih terus berlanjut. Bank Indonesia (BI)Â kembali mengerek suku bunga acuan atau BI Rate ke level 6 persen.Â
Meski demikian, Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta menilai tren suku bunga tinggi ini memiliki dampak positif bagi emiten perbankan. Sebab, kinerja perbankan ini berpotensi bisa ikut terkerek.Â
Baca Juga
"Sektor perbankan menarik di tengah suku bunga tinggi yang masih terjadi, perbankan bisa terkerek," kata Nafan kepada Liputan6.com, Senin (13/11/2023).Â
Advertisement
Menurut ia, bank kakap akan mendapatkan keuntungan dari kenaikan suku bunga tersebut. Bahkan, margin bunga bersih (net interest margin/NIM) keempat bank tersebut terus bertumbuh.Â
Selain itu, pertumbuhan kinerjanya pun progresif dan memiliki non performing loan (NPL) yang rendah di kisaran 3 persen.Â
Bagi para investor, Nafan merekomendasikan saham BBCA, BBRI, BMRI, dan BBNI di tengah tren suku bunga tinggi.Â
Sementara itu, Founder WH Project, William Hartanto mengatakan, saat suku bunga tinggi, emiten perbankan menjadi pilihan bagi para investor.Â
"Alasannya, ada potensi kenaikan income dari bunga kredit," kata William.Â
Namun, strategi membeli saham-saham ini harus diusahakan buy on weakness. Karena, biasanya respons pasar akan negatif di awal kenaikan suku bunga dan harga saham mayoritas mengalami penurunan.Â
Analis Pasar Modal Lanjar Nafi mengatakan, saham yang cocok dipilih saat tren suku bunga tinggi adalah saham yang memiliki dividen tinggi seperti pada IDX High Dividend 20. Karena, saat kondisi suku bunga tinggi dividen bisa menjadi sumber pendapatan yang stabil.
Ia mencermati masih ada sektor yang prospektif, yakni konsumer primer dan perbankan. Misalnya, sektor konsumer primer ini lebih defensif di tengah kenaikan suku bunga. Artinya, sektor konsumer primer ini kinerjanya tidak begitu terpengaruh oleh fluktuasi kondisi ekonomi.Â
"Sektor keuangan perbankan karena suku bunga tinggi dapat meningkatkan margin perbankan secara tidak langsung," ujar dia.Â
Â
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Tren Suku Bunga Acuan Tinggi Bakal Berlanjut pada 2024
Sebelumnya diberitakan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) atau BNI mencermati suku bunga acuan tinggi masih akan berlanjut hingga kuartal I 2024.Â
Akan tetapi, dengan perkembangan tingkat inflasi yang tinggi sepertinya tren suku bunga tinggi ini akan berlangsung lebih panjang.
Direktur Institutional Banking BNI Muhammad Iqbal menuturkan, pihaknya melihat suku bunga ini akan tetap tinggi dan paling cepat berubah lagi pada kuartal II 2024.Â
"Hitungan sederhananya, kuartal I pasti lewat. Kami lihat likuiditas yang cukup bagi perbankan dan ada risiko peningkatan cost of fund yang signifikan," kata Iqbal dalam acara CEO Networking 2023, Selasa (7/11/2023).Â
Dengan demikian, ia terus mencermati tren tersebut dalam beberapa waktu mendatang.Â
"Kami terus cermati tren ini dalam satu atau dua bulan terakhir dan akan berlanjut sampai akhir tahun dan berlanjut lagi pada kuartal I 2024," kata dia.
Suku Bunga BI
Sebelumnya diberitakan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) 25 basis poin menjadi 6 persen dari sebelumnya sebesar 5,75 persen.
"Rapat RDG Bank Indonesia pada 18-19 Oktober 2023 memutuskan untuk menaikkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 basis poin menjadi 6 persen," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, dalam konferensi pers, Kamis, 19 Oktober 2023.
Sama halnya dengan BI7DRR, suku bunga Deposit Facility juga dinaikkan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen dari sebelumnya 5,00 persen, dan suku bunga Lending Facility menjadi 6,75 persen dari sebelumnya 6,50 persen.
Perry menegaskan, kenaikan tersebut untuk memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah dari dampak meningkat tingginya ktidakpastian global, sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor.
"Sehingga inflasi tetap terkendali dalam sasaran 3,0±1 persen pada sisa tahun 2023 dan 2,5±1 persen pada 2024," ujarnya.
Â
Â
Advertisement
Tren Suku Bunga Tinggi, Begini Nasib Perbankan Indonesia
Sebelumnya diberitakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan meskipun di tengah tingkat suku bunga AS yang tinggi, dan keyakinan akan berlangsung lebih lama dari prakiraan semula (higher for longer), industri perbankan Indonesia tetap solid dan resilien.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae, mengatakan kinerja perbankan yang masih solid tersebut ditopang tingkat permodalan (Capital Adequacy Ratio, CAR) yang tinggi sebesar 27,41 persen atau jauh di atas rata-rata CAR negara lain yang berada dibawah 20 persen.
"Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan prudential kita yang konservatif sangat membantu didalam menangani situasi global yang masih ditandai dengan Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA)," kata Dian Ediana Rae dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Oktober 2023, Senin (30/10/2023).
Lebih lanjut, Dian melaporkan bahwa kinerja intermediasi perbankan tetap terjaga dengan pertumbuhan kredit per September 2023 tercatat 8,96 persen yoy menjadi Rp6.837,30 triliun, dengan pertumbuhan tertinggi pada kredit investasi sebesar 11,19 persen yoy.
Ditinjau dari kepemilikan bank, pada Bulan September 2023, Bank Umum Swasta Domestik menjadi kontributor pertumbuhan kredit terbesar yaitu sebesar 12,19 persen yoy, dibandingkan pada Bulan Juni dan Juli 2023 laju pertumbuhan kredit tertinggi dikontribusikan oleh Bank BUMN sebesar 8,30 persen dan 9,81 persen yoy.
Di sisi lain, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada September 2023 tercatat 6,54 persen yoy atau menjadi Rp8.147,17 triliun, dengan Giro menjadi kontributor pertumbuhan terbesar yaitu 9,84 persen yoy.
Pertumbuhan DPK yang termoderasi antara lain karena meningkatnya konsumsi masyarakat dan meningkatnya kebutuhan investasi korporasi paska pencabutan status pandemi Covid-19.
Â
Likuiditas Perbankan
Selanjutnya, likuiditas industri perbankan pada September 2023 dalam level yang memadai dengan rasio-rasio likuditas jauh di atas level kebutuhan pengawasan. Rasio Alat Likuid/NonCore Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/DPK (AL/DPK) yang meskipun sedikit turun masing-masing menjadi 115,37 persen dan 25,83 persen.
"Namun tetap jauh di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen," ujarnya.
Sementara itu, kualitas kredit tetap terjaga dengan rasio NPL net perbankan sebesar 0,77 persen dan NPL gross sebesar 2,43 persen.
Advertisement