Liputan6.com, Jakarta - Laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona hijau pada sesi pertama perdagangan saham Rabu (15/5/2024). Hal itu di tengah sentimen rilis data neraca perdagangan Indonesia pada April 2024.
Pada penutupan perdagangan sesi pertama, IHSG naik 1,15 persen ke posisi 7.165,27. Indeks LQ45 menguat 0,56 persen ke posisi 897,60. Sebagian besar indeks saham acuan menghijau.
Baca Juga
Pada sesi pertama perdagangan, IHSG berada di level tertinggi 7.187,94 dan terendah 7.082,11. Sebanyak 255 saham menguat dan 253 saham melemah. 248 saham diam di tempat. Total frekuensi perdagangan 651.383 kali dengan volume perdagangan 10,1 miliar saham. Nilai transaksi harian Rp 6,5 triliun. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran 16.043.
Advertisement
Mayoritas sektor saham bergerak di zona merah. Namun, sektor saham basic menguat 1,71 persen, dan catat penguatan terbesar. Sektor saham energi naik tipis 0,01 persen, sektor saham keuangan melonjak 0,63 persen, sektor saham teknologi bertambah 0,14 persen dan sektor saham infrastruktur mendaki 0,36 persen.
Sementara itu, sektor saham industri terpangkas 0,30 persen, sektor saham nonsiklikal susut 0,14 persen, sektor saham siklikal tergelincir 0,05 persen.
Selain itu, sektor saham kesehatan terpangkas 0,46 persen, sektor saham properti melemah 0,49 persen dan sektor saham transportasi susut 0,07 persen.
Pergerakan IHSG ini terjadi usai Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan pada April 2024 menjadi USD 3,56 miliar. Angka ini memperpanjang catatan surplus neraca perdagangan Indonesia selama empat tahun berturut-turut.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini menuturkan, angka surplus tadi mengalami penurunan sebesar USD 1,02 miliar dari Maret 2024 lalu. Tak cuma secara bulanan, angka surplus juga turun jika dibandingkan dengan April 2023, tahun lalu.
"Pada April 2024 neraca perdagangan barang mencatat surplus sebesar USD 3,56 miliar atau turun sebesar USD 1,02 miliar secara bulanan," ujar Pudji.
Disumbang Komoditas Non Migas
"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus sebesar 48 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 atau selama 4 tahun beruntun. Meskipun demikian, surplus April 2024 ini lebih rendah dibandingkan dengan bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu," ujar dia.
Mengacu pada data, nilai surplus neraca perdagangan Indonesia turun USD 1,02 miliar dari Maret 2024. Serta, turun sebesar USD 380 juta dari April 2023 lalu.
Dia mencatat, surplus neraca perdagangan April 2024 ini lebih ditopang oleh surplus pada komoditas non migas sebesar USD 5,17 miliar.
Komoditas penyumbang surplus utamanya adalah bahan bakar mineral atau HS 27, lemak atau minyak hewan nabati atau HS 15, serta besi dan baja atau HS 72.
"Surplus neraca perdagangan non migas April 2024 ini lebih rendah jika dibandingkan dengan bulan lalu dan juga bulan yang sama pada tahun lalu," ucapnya.
"Pada saat yang sama neraca perdagangan pada komoditas migas tercatat defisit USD 1,61 miliar dengan komositas penyumbang defisitnya adalah hasil minyak dan minyak mentah.
"Defisit neraca perdagangan migas April 2024 ini lebih rendah dari bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu," tegasnya.
Advertisement
Top Gainers-Losers
Saham-saham yang masuk top gainers antara lain:
- Saham KJEN melonjak 32,79 persen
- Saham SOLA melonjak 24,47 persen
- Saham NASI melonjak 23,39 persen
- Saham CHEN melonjak 20,99 persen
- Saham POLU melonjak 20,50 persen
Â
Saham-saham yang masuk top losers antara lain:
- Saham TAXI merosot 50 persen
- Saham BTEK merosot 25 persen
- Saham NINE merosot 16,67 persen
- Saham TAPG merosot 14,17 persen
- Saham TAMA merosot12,50 persen
Â
Saham-saham teraktif berdasarkan frekuensi antara lain:
- Saham ATLA tercatat 48.086 kali
- Saham SOLA tercatat 32.851 kali
- Saham ASII tercatat 21.369 kali
- Saham BBRI tercatat 20.372 kali
- Saham TPIA tercatat 901.978 kali
Â
Saham-saham teraktif berdasarkan nilai antara lain:
- Saham TPIA senilai Rp 814,5 miliar
- Saham BBRI senilai Rp 688,4 miliar
- Saham ASII senilai Rp 283,4 miliar
- Saham BMRI senilai Rp 254,4 miliar
- Saham TLKM senilai Rp 213,4 miliar