Berbagi Jaringan Ciptakan Iklim Telekomunikasi Sehat?

Benarkah berbagi jaringan akan membuat efisiensi dan terjadinya pemerataan pembangunan infrastrktur telekomunikasi di Indonesia?

oleh Iskandar diperbarui 20 Jan 2017, 14:20 WIB
Diterbitkan 20 Jan 2017, 14:20 WIB
20161216- Antisipasi Trafik Sinyal Saat Libur Natal dan Tahun Baru-Jakarta- Angga Yuniar
Teknisi sedang melakukan pemeriksaan rutin terhadap perangkat BTS yang berada di daerah stasiun Juanda, Jakarta (16/12).(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) berpendapat bahwa berbagi jaringan akan membuat efisiensi dan terjadinya pemerataan pembangunan infrastrktur telekomunikasi di Indonesia.

Namun, menurut peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Mohammad Reza Hafiz A, argumen yang dilontarkan oleh Kominfo tersebut tidak tepat.

Menurut Reza, dengan adanya aturan berbagi jaringan akan membuat pembangunan infrastruktur telekominukasi di Indonesia menjadi mandek. Ia menilai, idealnya aturan berbagi jaringan tidak dilakukan secara umum. Misalnya, hanya diberlakukan di daerah terpencil yang belum terlayani jaringan selular.

Dengan demikian, tujuan pemerintah untuk memberikan layanan kepada masyarakat yang belum memiliki akses telekomunikasi (unserved) melalui berbagi jaringan dapat terwujud dan memperkecil jurang ketimpangan (inequality).

“Justru dengan aturan berbagi jaringan yang digagas Kemkominfo, akan membuat operator hanya membangun di daerah-daerah yang menguntungkan saja. Padahal, filosofi sesungguhnya dari berbagi jaringan adalah sharing cost di daerah yang belum terjangkau sarana telekomunikasi, seperti di daerah terluar dan terujung wilayah Indonesia,” ujar Reza melalui keterangan tertulisnya, Jumat (20/1/2017).

Reza memberikan contoh seperti di Swedia, Denmark, Finlandia, Saudi Arabia, Brazil, Chili dan Malaysia. Penerapan berbagi jaringan telekomunikasi di negara-negara tersebut hanya dilakukan di wilayah rural dan remote area.

Selain itu, ia menilai bahwa pemberlakuan berbagi jaringan tanpa adanya kewajiban pembangunan infrastruktur dikhawatirkan hanya akan menguntungkan operator yang selama ini tidak memenuhi kewajiban pembangunan. Jika pemerintah tetap memaksakan berbagi jaringan ini berjalan, maka dampak yang terjadi adalah perluasan coverage dan kualitas pelayanan menjadi tidak optimal.

“Hal itu disebabkan operator cenderung memilih untuk sewa infrastruktur yang sudah ada, dibanding membangun di wilayah baru. Berbagi jaringan seluler ini juga berpotensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat, seperti yang tertuang dalam Undang-undang No 5 Tahun 1999,” tambah Reza.

Ini disebabkan kegiatan berbagi jaringan sangat potensial disalahgunakan oleh operator untuk mengendalikan pasar, baik melalui harga maupun pangsa pasar. Kemungkinan ini didasarkan pada struktur pasar telekomunikasi Indonesia yang lebih condong kepada oligopoli.

“Jika ada perilaku yang bertentangan dengan unsur-unsur antimonopoli dan persaingan usaha tidak sehat, maka berbagi jaringan yang dicanangkan Kominfo ini dikhawatirkan dapat merugikan konsumen,” terang Reza.

KPPU Awasi Masalah Ini

Potensi menimbulkan persaingan usaha tidak sehat juga telah diawasi oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Beberapa waktu lalu, Ketua Komisioner KPPU Syarkawi Rauf mengatakan, tujuannya berbagi jaringan adalah agar industri telekomunikasi nasional menjadi efesien.

Ia juga tak menginginkan berbagi jaringan yang digulirkan Kemkominfo merugikan operator telekomunikasi yang telah berusaha di industri tersebut. 

Kegaduhan yang terjadi pada pembahasan aturan berbagi jaringan dinilai Syarkawi dikarenakan adanya persaingan usaha. Oleh sebab itu, KPPU ingin menata industri telekomunikasi.

“KPPU mencium kegaduhan ini disebabkan karena regulasinya yang selalu terlambat dalam melakukan penyesuaian, padahal teknologi telekomunikasi terus berkembang,” pungkasnya.

(Isk/Cas)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya