Pencurian dan Penipuan Mata Uang Digital Tembus Rp 61 Triliun

Tren mata uang digital beberapa tahun belakangan ini juga diikuti oleh tingginya angka pencurian dan penipuan.

oleh M Hidayat diperbarui 13 Agu 2019, 12:00 WIB
Diterbitkan 13 Agu 2019, 12:00 WIB
Pengusaha Australia Ciptakan Mata Uang Digital Baru, Seperti Apa?
Ilustrasi mata uang digital. (Doc: 9News)

Liputan6.com, Jakarta - Tren mata uang digital beberapa tahun belakangan ini juga diikuti oleh tingginya angka pencurian dan penipuan.

Laporan perusahaan intelijen mata uang digital, CipherTrace, menyebut bahwa saat ini kerugian yang disebabkan pencurian dan penipuan oleh mata uang ini mencapai USD 4,3 miliar atau sekitar Rp 61 triliun.

Adapun angka kerugian menurut laporan kuartal pertama 2019 menembus USD 1,2 miliar atau sekira Rp 17 triliun.

Menurut laporan bertajuk Cryptocurrency Anti-Money Laundering tersebut, peretas masih dapat menemukan celah keamanan, meskipun transaksi dan dompet digital, serta layanan mata uang digital lainnya, memperkuat proteksinya. Demikian dikutip dari Venture Beat, Selasa (13/8/2019).

Pada kuartal kedua 2019, para peretas antara lain telah menggondol sekitar USD 125 juta pada platform Bitcoin, Ethereum, dan aset digital lainnya dari bursa keuangan digital.

Namun, mengingat pergerakan nilai Bitcoin dan mata uang digital lainnya meningkat tiga kali lipat selama periode tersebut, nilai aktual uang yang dicuri kemungkinan jauh lebih besar.

Terkait hal ini, badan pengawas mata uang digital telah meningkatkan pengawasan mereka terhadap aset virtual.

Misalnya, Financial Actions Task Force yang mengharuskan transaksi antar bursa untuk memasukkan informasi pribadi tentang pengirim dan penerima dana. Hal ini mirip dengan skema transfer bank internasional dan transfer dana berbasis SWIFT.

Pencucian Mata Uang Digital Lebih Rendah

Diwartakan sebelumnya, temuan perusahaan analitik blockchain Elliptic menunjukkan, sejauh ini pada tahun 2019, US$ 829 juta Bitcoin telah dibelanjakan di dark web.

Pembayaran ini digunakan untuk membeli banyak hal mulai dari narkotika hingga kartu kredit curian. Angka ini jauh lebih kecil, jika dibandingkan dengan nilai tahunan pembayaran pasar gelap secara global yang diperkirakan mencapai US$ 2,2 triliun.

Sementara itu, pembayaran pasar gelap hanya merepresentasikan kurang dari 0,5% dari total pembayaran dengan Bitcoin selama periode ini. Total hasil kejahatan yang dihasilkan di Amerika Serikat diperkirakan berjumlah sekitar US$ 300 miliar pada 2010 atau sekitar dua persen dari ekonomi AS secara keseluruhan pada saat itu.

Selama beberapa tahun terakhir ceruk pasar transaksi Bitcoin yang dapat dihubungkan ke aktivitas terlarang telah menurun secara drastis.

Pertama, spekulasi telah mengemuka karena penggunaan utama mata uang digital sebagai aset, dengan aktivitas transaksi ritel dan institusional yang meningkat. Kedua, muncul kesadaran yang berkembang bahwa transaksi aset kripto tidak anonim dan pembayaran pasar gelap dapat diidentifikasi dan dilacak.

Blockchain

Mayoritas aset kripto, termasuk Libra, didasarkan pada semacam buku besar transaksi yang bersifat transparan, yakni blockchain. Siapa pun dapat mengunduh blockchain Bitcoin dan melihat detail setiap transaksi.

Identitas dunia nyata memang tidak tercatat di blokchain, tetapi blockchain dapat digunakan untuk mengaitkan transaksi dengan pihak-pihak yang diidentifikasi, termasuk operator ransomware.

Jejak transaksi lengkap yang tersisa di blockchain publik juga memungkinkan kita untuk melihat rekam jejak end-to-end dana yang mengalir di seluruh ekosistem mata uang kripto, yang menunjukkan jejak audit komprehensif dari semua transaksi yang pernah dilakukan.

Sebagai perbandingan, pada transaksi tunai tidak ada visibilitas jejak transaksi. 

Lembaga penegak hukum juga telah mengeksploitasi kemampuan ini untuk menangani pasar gelap, kelompok kriminal siber dan identifikasi pencucian uang.

Perusahaan mata uang digital juga menggunakan blockchain untuk memantau transaksi terlarang.

Di AS, misalnya, pertukaran mata uang digital dan layanan lainnya berada dalam ruang lingkup Undang-Undang Kerahasiaan Bank. UU ini mewajibkan mereka untuk memahami dari mana dana pelanggan mereka berasal dan menerapkan tindakan antipencucian uang lainnya.

Blockchain juga memungkinkan mereka untuk menentukan sumber utama simpanan pelanggan dan membedakan antara pencucian uang dan transaksi bersih.

(Why/Isk)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya