Jalan Terjal Gojek Ekspansi ke Asia Tenggara

Setelah setahun ekspansi ke sejumlah negera di Asia Tenggara berjalan, bagaimana situasinya kini?

oleh Iskandar diperbarui 07 Nov 2019, 11:00 WIB
Diterbitkan 07 Nov 2019, 11:00 WIB
Layanan Ojek Online Kini Lebih Ramah Lingkungan
Lewat GoGreener, Gojek mewujudkan layanan ojek online yang ramah lingkungan (Foto: Gojek)

Liputan6.com, Jakarta - Gojek yang kini menyandang status decacorn melanjutkan persaingannya dalam ekspansi regional, berhadapan langsung dengan pesaingnya, Grab.

Kabar terbaru, Gojek akan mengaspal di kampung halaman Grab, yaitu Malaysia pada Januari 2020.

Ekspansi regional Gojek dimulai pada 2018, dengan soft launching Go-Viet di Vietnam, lalu peluncuran Gojek di Singapura pada 2018, dan peluncuran Get di Thailand pada Februari 2019.

Setelah setahun ekspansi itu berjalan, bagaimana situasinya kini?

Tak dapat dipungkiri, ekspansi Gojek di sejumlah negara Asia Tenggara, masih terjal. Belum lama ini Gojek bahkan tidak mendapat izin untuk beroperasi di Filipina. Data riset pun menunjukkan ketertinggalan mereka dalam penguasaan pangsa pasar.

ABI Research merilis data bahwa di Indonesia sendiri Gojek hanya menguasai 35,3 persen pangsa pasar, tertinggal dari Grab yang telah meraup 63,6 persen kue ride hailing. Sementara di Vietnam, Gojek hanya mampu menjangkau 10,3 persen dibanding Grab 72,9 persen.

Alex Le, CEO Jetspree mengatakan bahwa industri ride-hailing di Asia Tenggara yang masuk ke fase maturity menjadi salah satu faktor yang membuat Gojek tersengal-sengal dalam ekspansi regionalnya.

"Model bisnis ride-hailing sebenarnya sederhana. Subsidi dan diskon pada awal operasi telah memungkinkan Grab, dan pemain lama seperti Easy Taxi atau Uber, mencaplok pangsa pasar yang besar,” papar Alex yang telah membangun ventura di Malaysia, Thailand, dan Vietnam melalui keterangan tertulisnya, Kamis (7/11/2019).

Bisnis Gojek yang terbilang lamban di Asia Tenggara membuatnya sulit untuk meluncurkan rangkaian layanan lainnya yang tersedia di Indonesia.

Alex menuturka hal ini karena biaya akuisisi pelanggan baru untuk pengiriman makanan atau paket menjadi lebih mahal ketika Gojek tidak memiliki basis pengguna aplikasinya.

 

Pernah Dihadapi WeChat dan Easy Taxy

Gojek
Logo baru Gojek (Foto: Andina Librianty/Liputan6.com)

Situasi yang sama pernah dihadapi WeChat ketika keluar dari kandangnya di Negeri Tirai Bambu atau ketika Easy Taxi berekspansi keluar Brazil.

"Sulit bagi perusahaan teknologi yang sudah besar di kandangnya untuk berekspansi karena produk, operasi, struktur tim, prioritasnya sudah sangat terpaku dengan pasar dalam negeri. Ekspansi ke pasar baru butuh lebih dari sekadar uang,” ucap Alex menambahkan.

Bicara soal dana, Gojek pun masih harus melompati jurang yang cukup lebar. Tahun ini, Grab telah mendapat investasi hampir USD 5 miliar, sementara Gojek masih berkutat pada target USD 2 miliar.

Grab sendiri telah melipatgandakan komitmennya dengan investasi sebesar USD 2 miliar di Indonesia dan USD 500 juta di Vietnam.

 

Menghadapi Persaingan di Dua Medan

Logo Gojek dan Grab
Logo Gojek dan Grab. Dok: Gojek dan Grab

"Bukannya Gojek tidak mencoba beradaptasi. Perusahaan ini mencoba menggunakan merek baru, Go-Viet di Vietnam dan Get di Thailand. Namun, yang dapat kita lihat operasi di Vietnam tidak berjalan baik dengan mundurnya CEO kedua dalam beberapa bulan," ujar Alex.

Perjalanan ekspansi regional tampaknya belum akan landai bagi Gojek. Dengan tidak adanya traction yang signifikan di tahun ini, sulit bagi Gojek untuk menarik dan mempertahankan talenta terbaik di masing-masing pasar.

"Mereka menghadapi persaingan di dua medan: bertarung dengan Grab yang terus melakukan pendalaman pasar di Indonesia sekaligus bertarung di Asia Tenggara dengan posisi yang cukup tertinggal," katanya menutup pembicaraan.

(Isk/Ysl)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya