Liputan6.com, Jakarta - Deepfake adalah salah satu tipe dari kecerdasan buatan (AI) yang digunakan untuk membuat foto, audio, video hoaks cukup meyakinkan.
Berbekal teknologi deepfake ini, seseorang dapat mengubah wajah, suara, atau gerak tubuh orang lain dengan mudah dan cepat.
Advertisement
Baca Juga
Contohnya adalah video Presiden Jokowi pidato pakai bahasa Mandarin, yang viral di media sosial mulai dari Twitter, TikTok, hingga Facebook.
Advertisement
Popularitas fenomena ini di berbagai platform media sosial berpotensi mengecoh siapa pun, terutama menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Menanggapi hal tersebut, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo berharap pemerintah segera membuat langkah-langkah antisipasi dari berbagai pihak untuk menghadapi ancaman ini.
"Fenomena deepfake ini berpotensi membawa dampak negatif bagi demokrasi dan integritas pemilu," kata Ketua MPR RI ini kepada media di Jakarta, Sabtu (28/10/2023).
Dia menambahkan, Deepfake dapat dipakai untuk memanipulasi opini publik, menjatuhkan reputasi kandidat, atau menciptakan konflik sosial.
"Oleh karena itu, perlu ada langkah-langkah antisipasi dari berbagai pihak untuk menghadapi ancaman ini."
Bambang Soesatyo menyebutkan, "pemerintah harus memperkuat tim keamanan siber dalam memantau dan mengidentifikasi kebenaran konten-konten yang dihasilkan AI."
Hal ini penting untuk mencegah penyebaran informasi palsu yang dapat merugikan masyarakat atau kandidat.
Selain itu, dia berharap untuk segera menetapkan kebijakan untuk mengatur AI melalui pemanfaatan teknologi semakin canggih agar tidak digunakan untuk hal-hal tidak baik.
"Hal ini perlu dilakukan untuk memberikan perlindungan hukum bagi korban deepfake dan memberikan sanksi bagi pelaku deepfake," ujarnya.
Perlu Adanya Kerja Sama Global Atur Pemakaian AI
Berhubung teknologi ini bersifat global, Bambang berharap perlu ada kerja sama antar negara untuk mengembangkan standar dan regulasi efektif.
"Kominfo juga harus berperan aktif dalam menghadapi fenomena deepfake adalah masyarakat dengan memberikan imbauan agar berhati-hati saat mendapatkan informasi yang dapat dimanipulasi dan/atau diselewengkan," katanya.
Dia mengingatkan agar masyarakat selalu merujuk sumber-sumber terpercaya seperti situs pemerintah dan/atau media kredibel. Hal ini penting untuk menghindari kesalahpahaman atau kebingungan akibat informasi palsu.
Fenomena deepfake adalah suatu tantangan baru bagi demokrasi dan pemilu di era digital. Namun, dengan kesadaran dan kerja sama dari semua pihak, kita dapat bersama-sama melawan ancaman ini dan menjaga integritas pemilu 2024.
Advertisement
Kominfo Minta Masyarakat Waspada Hoaks yang Pakai Deepfake dan AI
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) kembali mengingatkan masyarakat terhadap penyalahgunaan teknologi deepfake dan AI (artificial intelligence/kecerdasan buatan), jelang Pemilu 2024.
Hal ini setelah sempat beredar sebuah video memperlihatkan Presiden Joko Widodo alias Jokowi, berpidato dalam bahasa Mandarin, di mana telah dinyatakan ini adalah hasil editan.
"Kami ingin mengingatkan sudah mulai digunakannya AI dalam menciptakan hoaks," kata Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan.
Dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (27/10/2023), Semuel meminta masyarakat untuk mulai berhati-hati dengan penggunaan AI yang canggih, dan dapat disalahgunakan untuk membuat hoaks.
"Kuncinya adalah carilah informasi dari sumber-sumber terpercaya," kata Semuel, di mana di sini dicontohkan dari portal berita resmi. "Karena tidak mungkin berita-berita besar tidak diliput media."
Dirjen Kominfo itu pun mengakui, video viral tersebut sekilas memang sangat mirip dengan video aslinya. "Dengan kemajuan teknologi, para pemain-pemain pun pasti sudah mulai menggunakan teknologi semacam ini," katanya.
Kominfo: Banyak Hoaks dan Disinformasi Memanfaatkan Deepfake
Lebih lanjut, ia menambahkan dalam video tersebut, kata-kata yang diucapkan memang punya isi yang sama dengan dalam video aslinya, di mana Kominfo sudah mengonfirmasi dengan penerjemah untuk ini.
"Cuma itu kan disinformasi, karena kejadiannya diberitakan seolah-olah di China pada saat pertemuan Pak Jokowi kemarin," kata Semuel.
"Kalau dari narasi yang diucapkan, setelah kita kroscek dengan penerjemah, sama dengan narasi bahasa Inggris-nya. Ini ada tujuannya disinformasi," pungkasnya.
Semuel kembali mengingatkan masyarakat akan banyak hoaks atau disinformasi yang kemungkinan memanfaatkan deepfake AI. "Untuk itu sangat penting untuk tabayyun, tabayyun, tabayyun, atau check and recheck. Carilah informasi dari sumber-sumber yang dapat dipercaya."
Advertisement