Liputan6.com, Jakarta Pemerintah mulai menaikan tarif listrik bagi kebutuhan industri golongan I3 dan I4 pada 1 Mei 2014 nanti. Kenaikan ini disebut pengusaha berpotensi memicu kenaikan harga jual produk dari industri yang terkena kenaikan tarif tersebut.
Menanggapi potensi naiknya harga tersebut, Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan kenaikan harga tersebut tidak masalah asalkan masih dalam batas yang wajar.
Baca Juga
Dia menjelaskan, kenaikan harga yang dianggap wajar ketika masih di bawah 10%. Hal ini berdasarkan pada porsi komponen listrik dalam biaya produksi secara keseluruhan yang menurutnya hanya berkisar 10%.
Advertisement
"Kecuali industri yang kebutuhan listriknya sangat besar seperti industri tekstil atau baja," ujarnya di Jakarta, Sabtu (19/4/2014).
Selain itu, Tulus juga meminta agar industri tidak menaikan harga jual produk seenaknya. "Pengusaha jangan menggunakan kesempatan kenaikan listrik ini untuk menaikan harga secara ugal-ugalan, itu tidak adil untuk konsumen," katanya.
Seperti diketahui, Kementerian ESDM telah menerbitkan aturan tentang kenaikan tarif listrik untuk industri golongan I3 (go public) dengan daya di atas 300 Kva sebesar 38,9% serta industri besar golongan I4 dengan daya 30 ribu Kva ke atas sebesar 64,7%.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 9 tahun 2014 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT PLN (Persero). Kenaikan tarif listrik tersebut akan dilakukan secara bertahap setiap dua bulan sekali hingga Desember 2014.
Ketua Umum Asoasiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Sofjan Wanandi menilai kenaikan ini hanya sebagai kebijakan untuk mendongkrak pamor pemerintah saat ini. "Terserah pemerintah, yang hanya mau mengeluarkan kebijakan yang populis saja," ujarnya.
Sofjan juga mengingatkan pemerintah akan dampak yang dialami pelaku industri akibat kenaikan tarif ini serta efeknya terhadap pertumbuhan industri nasional.
"Kemungkinan akan diikuti dengan kenaikan harga barang, industri mengurangi kapasitas produksi, mereka bisa tutup pabrik kalau tidak bisa bersaing dengan barang impor, mem-PHK buruh. Kalau sudah begitu, tidak ada lagi yang mau investasi di industri hulu," tutupnya.