Liputan6.com, Jakarta Deputi Perumahan Formal Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera) Paul Marpaung menilai pemerintah belum memiliki komitmen yang utuh dalam membantu masyarakat membeli rumah.
Hingga saat ini, pemenuhan kebutuhan rumah masih menjadi masalah utama pertumbuhan jumlah kekurangan pasokan (backlog) perumahan di Tanah Air.
Baca Juga
"Pemerintah harusnya all out, secara keseluruhan membantu masyarakat memiliki rumah," ujar Paul saat ditemui di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Jakarta, Rabu (23/4/2014).
Advertisement
Menyinggung aksi akuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) oleh Bank Mandiri, Paul khawatir lembaga khusus pembiayaan perumahan itu menjadi termajinalkan. Akibatnya, BTN tak lagi dapat dengan baik membantu masyarakat kelas menengah ke bawah memenuhi kebutuhan huniannya.
"Saya belum tahu roadmap akuisisi Pak Dahlan seperti apa, tapi satu hal, pemerintah harus memperhatikan dua aspek penting yaitu sisi konstruksi dan konsumen. Kalau pengembang tidak tertarik ya tidak bisa memenuhi permintaan, kalau subsidinya rendah ya masyarakat yang kesulitan. Semuanya harus diperhatikan," tutur Paul.
Selama ini, bank-bank besar tak banyak menunjukkan minatnya untuk menjajaki bisnis perkreditan rumah. Bank besar dengan total aset yang tinggi lebih memilih bekerjasama menyediakan pinjaman untuk korporasi.
"90% Kredit Perumahan Rakyat (KPR) disalurkan BTN karena bank lain tidak tertarik menangani kredik kecil perintilan tapi lebih tertarik pada kredit perusahaan," terangnya.
Kini kementerian perumahan berniat menaikkan harga rumah karena faktor produksi yang semakin meningkat. Sementara izin pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk kepemilikan rumah yang dianggap dapat meringankan masyarakat masih belum diterbitkan kementerian keuangan.
"Kemenkeu malah meminta kementerian Pekerjaan Umum untuk menghitung harga rumah," tandasnya.
Menurut Paul, pemerintah sebaiknya memperhatikan kebutuhan dan daya beli masyarakat. Itu karena jumah backlog perumahan dapat terus meningkat dengan rata-rata 500 ribu unit per tahun sementara pengembang hanya mampu menyediakan 170-200 ribu unit saja.
"Kalau masyarakat tidak mampu membeli sebaiknya sediakan rumah sewa atau rumah sewa milik," pungkasnya.