Mantan Menteri: Pemerintah Sebenarnya Sudah Tak Subsidi BBM Lagi

Harga minyak mentah dunia dikatakan lebih bisa dijadikan patokan daripada MOPS atau harga produk jadi BBM di Singapura.

oleh Nurmayanti diperbarui 25 Nov 2014, 16:05 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2014, 16:05 WIB
BBM Bersubsidi Langka, Warga Antre di SPBU
SPBU di kawasan Radio Dalam, Jakarta, memasang papan informasi bertuliskan “Kuota Premium Subsidi Hari Ini Habis, Tersedia Pertamax”, Jakarta, Senin (25/8/14). (Liputan6.com/Andrian M Tunay)

Liputan6.com, Jakarta - Keputusan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) menuai kritik Mantan Menteri Koordinator Ekonomi Kwik Kian Gie.

Dia menilai pemerintah sengaja mengkambinghitamkan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) sebagai penyebab twin defisit neraca Indonesia. Padahal pemerintah ikut mengambil keuntungan dibalik kebijakan kenaikan harga BBM.

"Pemerintah dikatakan merugi ketika harus nombok. Kenyataannya dengan menjual Rp 8.500 per liter, pemerintah masih untung besar," ujar Kwik di Jakarta, Selasa (25/11/2014).

Dia menuturkan hitungan secara logis dan ekonomis harga minyak mentah dunia hingga sampai ke tangan konsumen di Indonesia.

Harga minyak mentah dunia dikatakan lebih bisa dijadikan patokan daripada MOPS atau harga produk jadi BBM di Singapura.

"Harga minyak mentah dunia setiap menit itu berubah, tapi di Asia masih ada yang menggunakan MOPS di Singapura," ujar Kwik.

Berdasarkan hasil rata-rata harga minyak mentah dunia US$ 80 per barel. Jika di kurs ke dalam rupiah, di mana 1 barel setara dengan 159 liter maka per liter harganya hanya Rp 6.086 dengan kurs Rp 12.100.

Adapun biaya untuk mengangkat minyak dari perut bumi (lifting) ditambah biaya pengilangan (refinering) ditambah lagi dengan biaya transportasi rata-rata ke semua pompa bensin adalah US$ 24,1 per barel (berdasarkan keterangan Kementerian ESDM) atau jika dalam rupiah 24,1:159 x 12.100= Rp 1.834 per liter. 

"Jadi pemerintah kalau impor dari minyak mentah dunia untung Rp 580," ujarnya.

Namun jika berpijak pada harga MOPS di Singapura, harga rata-rata FOB Singapura US$ 88,80 per barel, ongkos angkut US$ 1  per barel, harga CNF Jakarta US$ 89,80 per barel atau setara Rp 6.833,84 per liter.

Selain itu ada biaya distribusi sebesar Rp 600 per liter sehingga biaya hingga ke SPBU Rp 7.433,84 per liter.

Pemerintah juga mengenakan Pajak PPN, PBBKB (15 persen) sebesar Rp 1.115,08 per liter. Sedangkan pemerintah menjual BBM di SPBU Rp 8.548,91 per liter.

Dari perhitungan tersebut, harga BBM jenis premium tidak disubsidi lagi. Bahkan pemerintah mendapatkan keuntungan sebesar Rp 1.115,08 dari pajak PPN dan PBBKB yang dibayar rakyat.(Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya