Buruh Desak Pemerintah Sahkan RPP Jaminan Pensiun

Jaminan pensiun harus segera disahkan dengan manfaat pensiun 75 persen dari gaji terakhir.

oleh Septian Deny diperbarui 12 Mar 2015, 12:17 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2015, 12:17 WIB
Ratusan Buruh Long March 3 Hari 3 Malam
KSPI memberangkatkan tim buruh untuk long march ke Jakarta. Mereka menempuh jarak sekitar 300 kilometer dengan berjalan kaki selama tiga hari tiga malam, Jakarta, Jumat (13/6/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Massa buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah untuk segera mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang jaminan pensiun. Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, hal ini sangat penting bagi nasib kaum buruh dan pekerja saat memasuki masa pensiun.

Menurutnya, dengan berlakunya jaminan pensiun ini nantinya, tidak menghilangkan program dana pensiun amanah dari Undang-Undang (UU) 11/92 yang bersifat sukarela. "Juga tidak menghilangkan pesangon yang diatur dalam pasal 167 UU 13 Tahun 2003," ujarnya di Jakarta, Kamis (12/3/2015).

Said menjelaskan, jaminan pensiun harus segera disahkan dengan manfaat pensiun 75 persen dari gaji terakhir dan bukan gaji rata-rata dengan formulasi iuran pengusaha sebesar 12 persen, buruh 3 persen dan pemerintaah 3 persen sebagai dana contingensi.

"Usulan iuran 18 persen sangat realistis meski angka tersebut masih jauh di bawah China sebesar 28 persen dimana pekerja 8 persen dan pengusaha 20 persen, Singapura 33 persen, dan Malaysia 23 persen," tandasnya.

Selain itu, KSPI juga menolak rencana Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri untuk menaikkan upah minimum 5 tahun sekali. Menurut Said, rencana tersebut hanya mengada-ada dan tidak sejalan dengan program nawa cita pemerintah yang berorientasi kerakyatan.

"Tetapi faktanya kedua menteri ini mempertahankan kebijakan upah murah dengan kenaikan upah 5 tahun tersebut ditengah ketidakberdayaan buruh menyongsong pasar bebas ASEAN, dimana upah buruh DKI hanya Rp 2,7 juta dibanding buruh Manila Rp 3,6 juta, Bangkok Rp 3,2 juta," ujarnya.

Bila pemerintah menjalankan kebijakan tersebut maka kedua menteri tersebut melanggar Undang-undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2012 yang menyatakan kenaikan upah minimum adalah setiap tahun dengan mempertimbangkan KHL, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan lain-lain.

"Dan kenaikan upah 5 tahun tersebut tidak tepat karena tingkat inflasi di Indonesia tidak stabil tiap tahun dan survei KHL harga barang, ongkos transportasi, dan sewa rumah sangat tinggi kenaikannya setiap tahun sehingga akan sulit bila diperdiksi untuk 5 tahun," lanjutnya.

Said mengungkapkan, kenaikan upah minimum 5 tahun dinilai hanya menyebabkan ketidakpastian nasib buruh. "Dengan kata lain kebijakan ini sangat neolib hanya titipan suara pengusaha khususnya dari Cina,Korea,dan domestik," kata dia.

Menurut dia, seharusnya inilah saatnya kedua menteri tersebut memperbaiki sistem pengupahan dengan merevisi KHL menjadi 84 item, membuat angka ukuran produktivitas, dan membuat struktur dan skala upah, serta membuat skema dana pensiun buruh. (Dny/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya