Begini Jurus BI untuk Bikin Rupiah Stabil

BI akan fokus menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia secara waspada (cautions) dan kebijakan bias ketat.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 13 Mar 2015, 14:48 WIB
Diterbitkan 13 Mar 2015, 14:48 WIB
Menko Perekonomian Gelar Jumpa Pers Usai Rapat Nilai Tukar Rupiah
Gubernur BI Agus Martowardojo memberikan keterangan pers usai rapat kabinet terbatas bidang perekonomian di Kantor Presidenan, Jakarta, Rabu (11/3/2015).Rapat tersebut mengenai perkembangan nilai tukar rupiah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia (BI) mengaku telah menyiapkan beberapa kebijakan untuk menekan defisit transaksi berjalan dalam rangka stabilisasi makro ekonomi Indonesia. Kebijakan ini menyusul 8 paket kebijakan ekonomi yang dirumuskan pemerintah Joko Widodo (Jokowi).

Gubernur BI, Agus Martowardojo mengaku, BI akan fokus menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia secara waspada (cautions) dan kebijakan bias ketat.

"Kebijakan BI mengarah pada defisit transaksi berjalan lebih sehat ke level 2,5 persen sampai 3 persen. Secara moneter bias ketat untuk menjaga stabilitas ekonomi, inflasi supaya mencapai target tahun ini 4 plus minus 1 persen," kata dia usai Rakor Perkembangan Nilai Tukar di Jakarta, Jumat (13/3/2015).

Agus meyakinkan, BI akan menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia dengan cadangan devisa (cadev). Cadev Indonesia per Februari 2015 tercatat Rp 115,5 miliar atau 6,5 bulan impor yang menunjukkan ekonomi Indonesia dalam keadaan membaik.  

"Kita juga akan mendorong upaya pengelolaan utang luar negeri (ULN) sehat. Jadi ada panduan untuk pengelolaan ULN secara lebih sehat dan hati-hati," paparnya.


Kebijakan lain, kata dia, BI akan mendorong pendalaman pasar uang dengan menyediakan fasilitas lindung nilai (hedging). BI akan menata agar tidak ada risiko kurs atau kredit berlebihan oleh perusahaan.

"Kita juga mendorong supaya transaksi rupiah di dalam negeri. Jadi jangan buat kondisi panik. Kita hadir di pasar dan menyediakan kebutuhan likuiditas. Penempatan perbankan di BI Rp 350 triliun, itu artinya perbankan likuid," papar dia.

Dengan kebijakan ini, Agus memproyeksikan defisit transaksi berjalan akan lebih sehat di tahun-tahun mendatang. Namun untuk tahun ini sampai 2017, diperkirakan defisit transaksi berjalan masih di level 3 persen. Neraca pendapatan Indonesia tercatat defisit US$ 27 miliar dan jasa US$ 10 miliar.

"Makanya kita sambut baik langkah pemerintah untuk mengurangi defisit transaksi berjalan, salah satunya dengan membentuk perusahaan reasuransi yang bisa mengurangi defisit neraca pendapatan dan jasa," pungkas Agus.(Fik/Nrm)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya