RI Perlu Bikin Lembaga Pembiayaan Alternatif untuk Infrastruktur

Masuknya lembaga asuransi di pembiayaan infrastruktur merupakan hal yang lumrah.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 04 Jun 2015, 16:38 WIB
Diterbitkan 04 Jun 2015, 16:38 WIB
Akhir 2015, Target Penyelesaian Jalan Layang Permata Hijau
pekerja melakukan pekerjaan pembangunan jalan layang permata hijau, Jakarta, Senin (2/3/2015). Pembangunan yang menghabiskan APBD DKI 2015 sebesar Rp 131 miliar di targetkan selesai akhir 2015. (Liputan6.com/Johan Tallo)(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia meminta pemerintah agar bisa menyediakan lembaga pembiayaan alternatif selain industri perbankan untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. Wakil Ketua Umum Kadin bidang Perbankan dan Finansial Kadin Indonesia, Rosan P Roesalani mengatakan, lembaga tersebut diperlukan agar proyek-proyek pembangunan infrastruktur bisa berlangsung lebih cepat.

"Sebenarnya pembiayaan ini sudah ada dari pemerintah juga, seperti disampaikan Indonesia Infrastructure Fund, PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI). Seperti kita ketahui SMI juga baru saja mendapat suntikan dana Rp 2 triliun lebih dan sudah disetujui DPR dalam pembangunan infrastruktur kita," kata dia di Jakarta, Kamis (4/6/2015).

Dia bilang, pemerintah bisa mengupayakan alternatif pembiayaan infrastuktur lain yakni memaksimalkan peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). "Tetapi sebetulnya kalau dari kami masih ada alternatif lain yang dijalankan. Contohnya dana-dana dari BPJS yang hampir Rp 2 triliun," katanya.

Dia bilang, masuknya lembaga asuransi di pembiayaan infrastruktur merupakan hal yang lumrah. Hal itu juga banyak dilakukan di banyak negara. "Dan itu juga kalau di luar negeri, asuransi, life insurance itu bisa didorong untuk memberikan pembiayaan kepada proyek infrastruktur," terangnya.

Maka, untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan kebijakan dari pemerintah. Pasalnya, lanjut dia pemerintah melakukan pembatasan dana kelola sebanyak 5 persen untuk investasi langsung.

"Karena kan sekarang Kementerian Keuangan memiliki batasan untuk masuk dalam proyek-proyek langsung dibatasi hanya 5 persen dari dana yang dikelola. Mungkin itu perlu diperbesar sekitar 20 persen. Dan juga diberikan insentif perpajakan, apabila mereka memberikan pendanaan terhadap proyek infrastruktur di Indonesia," tandas dia.

BPJS sendiri memang berkeinginan untuk memaksimalkan dananya dengan berinvestasi ke proyek-proyek ifnrastruktur terutama properti. Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Elvyn G Massasya‎ menjelaskan, BPJS Ketenagakerjaan akan mencoba meningkatkan porsi investasi ke sektor properti namun untuk realisasinya masih menunggu revisi peraturan pemerintah (PP).

"‎Terkait alokasi dan investasi ke sektor properti, yang saat ini alokasinya 5 persen, akan direvisi antara 10 persen hingga 30 persen, saat ini masih dalam tahap finalisasi (PP-nya)," kata Elvyn.

Dijelaskan Elvyn, BPJS Ketenagakerjaan sudah menganggarkan dana Rp 25 triliun untuk membangun beberapa properti seperti rumah tanah dan rusunami. Tidak hanya itu, revisi PP tersebut dilakukan dikarenakan BPJS Ketenagakerjaan akan memiliki program baru dimana turut serta menyediakan rumah bagi para pekerja.

"Nanti ‎programnya kita akan bangun dalam dua jenis, pertama rumah susun sewa, kedua rusunami atau landed house yang bisa dimiliki langsung," katanya.

Adapun rencana pembangunan rumah susun sewa tersebut akan dilakukan di enam kota besar di Indonesia diantaranya yaitu Medan, Bandung, Surabaya, Semarang, Batam dan Jawa Barat dengan masing-masing memiliki 400 kamar. (Amd/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya