Liputan6.com, Jakarta - Empat lembaga keuangan negara kembali menggelar Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK) paska pemerintah China sengaja melemahkan nilai tukar mata uang Yuan 1,9 persen dan 1,6 persen. Kebijakan tersebut memicu depresiasi kurs rupiah hingga menembus level di kisaran Rp 13.800 per dolar ‎Amerika Serikat (AS).
Rapat tersebut dihadiri pimpinan empat lembaga keuangan tersebut, antara lain, Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro, Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo‎, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) C Heru Budiargo.
Baca Juga
FKSSK hari ini (13/8/2015) yang berlangsung di Gedung Kementerian Keuangan, semakin spesial dengan kehadiran Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Eks Gubernur BI itu ‎menghadiri rapat penting tersebut di hari pertamanya bekerja.
Advertisement
Menkeu Bambang mengakui hal itu. "Rapat FKSSK kali ini lebih spesial karena ada Pak Menko Perekonomian karena baru dilantik. Ini menunjukkan komitmen beliau untuk bersama menjaga stabilitas sistem keuangan di Indonesia," ujar dia saat Konferensi Pers FKSSK.
Menurut Bambang, kondisi makro ekonomi Indonesia terkendali meski ada tantangan besar dari eksternal maupun domestik. Demikian kesimpulan rapat FKKSK. "Memang ada tekanan rupiah, pasar saham dan pasar surat berharga negara, jadi kami siap memperkuat koordinasi dan mengambil kebijakan sesuai kewenangan masing-masing pasar," terang Bambang.
Dia menegaskan stabilitas keuangan Indonesia masih terjaga dan terkendali, namun FKSSKÂ akan terus meningkatkan kewaspadaan terkait pasar uang dan kurs rupiah.
‎Dalam kesempatan yang sama, Menko Perekonomian Darmin Nasution mengapresiasi undangan empat lembaga keuangan FKSSK. "Ini langkah yang bagus untuk mempererat koordinasi dan kerjasama diantara instansi pemerintahan dengan beberapa otoritas yang menyangkut sektor," ujar Darmin.
Sementara itu, Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, depresiasi kurs rupiah semakin dalam karena kebijakan devaluasi Yuan beberapa hari ini. Penyebabnya, tambah dia, karena China sengaja mendevaluasi mata uangnya 1,9 persen terhadap dolar AS per 11 Agustus 2015 dan 1,6 persen pada 12 Agustus ini.
"Karena di China terjadi pelemahan kinerja ekspor, capital outflow, sehingga kebijakan ini berdampak negatif terhadap mayoritas mata uang negara lain, termasuk Indonesia," tutur dia.
‎Dinamika pasar tersebut, dinilai Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, menimbulkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi. "Tapi secara umum sistem stabilitas sistem keuangan kita cukup terkendali. Buktinya IHSG naik 1,6 persen. Jadi memang dinamika pasar terus berjalan," kata Muliaman. (Fik/Ahm)